Movies

Lebih dari Sekedar Cast Away versi Bandara

The TerminalSeorang teman pernah menyebut The Terminal sebagai Cast Away versi bandara! ๐Ÿ˜ฏ

Apakah memang demikian? Setelah kemarin siang, gw dan istri menontonnya di Studio 21, PTC, Surabaya, nampaknya tuduhan di atas tadi kurang tepat! โ— ๐Ÿ˜ˆ

Okelah, bintang utamanya memang sama-sama Tom Hanks. Garis besar cerita juga sama-sama soal orang yang ‘terkurung’ di suatu tempat. Namun untunglah Steven Spielberg dan Tom Hanks tidak terjebak dalam kondisi yang hanya memindahkan lokasi dari pulau terpencil (Cast Away) ke bandara JFK (The Terminal). :plok:
Continue reading…

SCREEN: Majalah Soal Film atau Edisi Film Majalah HAI?

SCREEN

Ketika pertama kali tahu kalo majalah SCREEN ini adalah keluarannya Majalah HAI, sempat muncul harapan dan optimisme akan kehadiran sebuah majalah film baru yang berkualitas mengingat liputan dan review soal film di HAI sendiri selama ini sudah rutin muncul dan malah terkadang isi liputannya bersifat eksklusif. Apalagi secara berkala HAI mengadakan nonton film bareng dan nerbitin edisi khusus film. Berdasarkan faktor-faktor itu, seharusnya ketika soal film digarap secara khusus dalam sebuah format majalah terpisah maka hasilnya bisa lebih memukau dan mengesankan! Seharusnya… ๐Ÿ˜‰ Apakah demikian kenyataannya? ๐Ÿ˜ˆ ๐Ÿ™„

Setelah membuka halaman demi halaman, nampaknya SCREEN berusaha tidak terjebak dalam kejar-kejaran masang film terbaru sebagai cover dan bahasan utama seperti yang sering dilakukan oleh dua majalah film lain, CINEMAGS dan M2. Yang dipasang sebagai cover kali ini justru film Alien Vs Predator dan The Terminal yang sedang diputar di bioskop-bioskop Jakarta dan kota-kota besar lainnya, termasuk Surabaya (kecuali The Terminal yang belum diputar di Surabaya). Jadinya, pembaca tidak hanya diiming-imingi saja dengan cover dan review singkat tentang film yang bahkan kadang-kadang belum selesai dibuat oleh pembuat filmnya seperti yang selama ini kerap dilakukan oleh CINEMAGS dan M2. Namun begitu, gerakan ‘membumi’ seperti itu sebenarnya mengandung resiko utama di mana waktu peredarannya jadi sangat sempit, telat dikit bisa dianggap basi. ๐Ÿ˜ˆ
Continue reading…

Kembalinya Identitas dan Supremasi Sang Mantan Agen Rahasia

Bourne SupremacyThey don’t make mistakes. They don’t do random. There is always an objective. Always a target.

Untunglah sempat nonton film The Bourne Supremacy ini di 21 Cineplex sebelum keburu digeser film lain yang sudah antri. Karena setelah gw menontonnya Minggu lalu bareng istri dan Rezi di Studio 21, PTC – Supermal, Surabaya, beberapa hari kemudian film ini udah diganti film lain. Kemarin gw liat di koran, tinggal satu bioskop aja yang muter filmnya si Matt Damon itu… ๐Ÿ˜ฏ

Untungnya lagi, ketemu film sekuel dari The Bourne Identity ini jadi cukup menyegarkan setelah sehari sebelumnya menonton Collateral yang tidak seberapa asik ๐Ÿ˜ˆ

Dibanding seri pertamanya, penggarapan kali ini lebih keren, lebih seru. Serunya pun udah dimulai dari awal film. Tidak ada ritual bertele-tele ataupun mendayu-dayu. Sudah gitu, masih dibumbui dengan sejumlah intrik menarik sepanjang film. Dan masih ditambah selipan humor segar dan adegan-adegan lucu, yang jauh dari kategori konyol tetapi karena kecerdikan si Bourne sebagai orang yang pernah terlatih sebagai agen rahasia tangguh anggota operasi Treadstone. Apalagi Bourne diceritakan makin pulih ingatannya (juga identitasnya akan terkuak) sehingga makin tangguh aja dan makin menunjukkan kesupremasiannya… Eh, tiba-tiba gw teringat dengan James Bond! ๐Ÿ˜‰

Meskipun genrenya sealiran dengan serial agen rahasia 007 (yang sudah agak membosankan) itu, meskipun cukup mudah ditebaknya siapa sesungguhnya sang dalang yang telah mefitnah Bourne, meskipun warna-warna yang tampil dalam film ini cenderung pucat dan terkesan seperti film udah agak lawas (paling kentara pas adegan di pantai, warna biru lautnya pucat banget. Gak jelas hal ini disengaja atau gak, yang jelas agak ganggu! :twisted:), meskipun pas si Nicky (Julia Stiles) sedang di’interogasi’ oleh Bourne soal apa sebenarnya yang sedang terjadi -anehnya- si Nicky terlihat ketakutan, bahkan sampai nangis segala (padahal selama ini kerjaannya si Nicky adalah agen rahasianya C.I.A juga yang menyamar jadi mahasiswa dan tugas utamanya menjadi semacam penghubung dan psikiaternya agen rahasia lain. Masak hanya ditanyai sesama agen aja udah ketakutan gitu? ๐Ÿ™„ :twisted:)… namun segala ‘kesederhanaan’ itu dapat tertutupi dengan kematangan aktingnya Damon dan apiknya penggarapan adegan per adegan dalam film ini… ๐Ÿ˜‰ Ini dia baru namanya film bergenre action thriller! :mrgreen: Buat gw, film ini RECOMMENDED! ๐Ÿ™‚

Get some rest, Pam. You look tired. –Jason Bourne

5 Alasan Seharusnya Cruise Tidak Main di Collateral

Collateral
Setelah Sabtu kemarin gw nonton Collateral, gw terheran-heran kenapa aktor sekelas Tom Cruise mau aja main di film itu. Menurut gw, hal itu gak sebanding ah! Secara ada sejumlah hal yang membuat film Collateral itu jadi kurang menggigit gitu loh! ๐Ÿ˜ˆ

Setidaknya, menurut gw, ada 5 Alasan Seharusnya Cruise Tidak Main di Collateral:

  • Jalan ceritanya terlalu bertele-tele. Lambat. Gak cocok untuk film bertema rada thriller seperti itu. Konflik dan intrik-intrik di dalamnya juga gak ada. Berjalan datar-datar saja.
  • Penggambaran karakter dari tokoh yang diperankannya juga kurang kuat dan kurang konsisten. Mau contoh? SPOILER ALERT! Lihat tokoh Vincent aja deh. Tokoh yang diperankan Cruise itu digambarkan seorang pembunuh bayaran yang kalo nembak orang gak basa-basi.. Langsung main tembak aja… Dor!!! (inipun sebenarnya kesannya kurang kental). Tapi, herannya pas memburu calon korban terakhir, gak tahu kenapa tiba-tiba si Vincent jadi ‘melankolis’.. pakai matiin instalasi listrik dulu pakai kapak… (yang anehnya gak sampai bikin konslet satu gedung, hanya mematikan listrik satu lantai doang)…:roll: Sudah gitu, begitu hadap-hadapan dengan calon korban.. eh, bukannya langsung main nembak seperti biasa, malah sempat diam-diaman sebentar.. (ternyata nunggu si Max datang buat gagalin… :P)… ๐Ÿ‘ฟ
  • Sudut pengambilan gambarnya seringkali bikin tidak enak dilihat.
  • Musik yang dipakai dalam film sering tidak nyambung dengan adegan. Kurang menyatu alias suka gak nyambung. Hasilnya, suasana dalam suatu adegan malah sering terganggu dengan musiknya.
  • Kelucuan yang kurang smart, agak garing. Beberapa kali sih tampang si Max (Jamie Foxx), supir taksi, bikin ketawa yang nonton, tapi sebenarnya sih unsur yang bikin ketawanya kurang asik, hambar.

Kalo sudah gini, mending si Cruise urusin MI 3 sampai tuntas ketimbang ngurusi film Collateral ini. Okelah, The Last Samurai mungkin dianggap kurang sukses atau mungkin karena belum pernah dapat peran sebagai orang gak baik-baik, tapi kenapa harus film ini? ๐Ÿ™ ๐Ÿ‘ฟ

Jadi, buat gw film ini NOT RECOMMENDED deh! Kecuali udah gak ada film lain atau lagi kelebihan duit atau lagi gak ada kerjaan lain… ๐Ÿ˜ˆ

Mimpi Buruk Soal Robot

A robot may not harm a human or, by inaction, allow a human being to come to harm.
A robot must obey orders given it by human beings except where such orders would conflict with the first law.
A robot must protect its own existence as long as such protection does not conflict with the first or second law.

I, RobotWell, hari libur kemerdekaan kemarin akhirnya gw bisa nonton film I, Robot juga setelah beberapa kali rencana nonton gagal terus…padahal udah pengen segera nonton film lain abis liat Catwoman yang kurang sip (baca: mengecewakan) itu! ๐Ÿ˜ˆ Ada dua sih yang gw incer, I, Robot dan The Bourne Supremacy… Tapi, I, Robot dulu deh… takut keburu gak main lagi… :mrgreen:

SPOILER ALERT! Film bersuasana tahun 2035 dan diangkat dari novelnya Isaac Asimov ini punya settingnya asik… pencahayaannya juga oke… Yang paling bikin gw terkesan adalah pas diliatin gimana mobil diparkir pada masa itu… yaitu, dijejer dengan posisi moncong mobil berada di bawah… bagus juga tuh idenya untuk menghemat luas parkiran… :mrgreen: Belum lagi model robotnya yang unik dan keren… ditambah dengan penggunaan teknologi CGI (Computer Generated Imagery) terhadap si robot bernama Sonny yang membuat gerakan dan mimiknya menjadi manusiawi (secara memang ada aktor beneran -Alan Tudyk- yang memerankannya) … sempat juga ada adegan si Sonny meloncat bergaya bullet-time effect ala Matrix… wuih.. ๐Ÿ˜ฏ FYI, kabarnya sih tingkat penggarapannya sama dengan tokoh Gollum di LoTR lho… ๐Ÿ˜ฏ

Walaupun begitu, ketika sedang mengagumi settingnya, tiba-tiba gw teringat dengan film Minority Report… nuansanya terasa sama lho… Di lain sisi, gw juga merasa cerita yang diusung oleh film yang disutradarai Alex Proyas (sutradara The Crow juga) itu meskipun cukup seru namun kurang kuat. Apalagi kalau dilihat sebagai film yang mengusung persoalan robot.. Bisa dibilang, film tersebut kurang kuat dalam menawarkan variasi cerita agar tampil jauh berbeda dengan film-film soal robot yang sudah pernah ada… Asal tahu aja, mengusung tema robot yang manusiawi sudah pernah dilakukan oleh Artificial Intelligence (2001) dan Bicentennial Man (1999) (ups, cerita Bicentennial Man ternyata bersumber pada penulis novel yang sama dengan film I, Robot… Isaac Asimov! :mrgreen:)

Selain itu, dalam ceritanya beberapa hal yang rasanya kurang pas. Seperti soal ketidaksenangan yang sangat oleh sang tokoh John Spooner (Will Smith) terhadap robot, diceritakan ‘hanya’ lantaran kecewa karena dalam sebuah kejadian, sebuah robot tidak menolong anak kecil yang mau tenggelam. Begitu juga soal siapa yang menjadi dalang di balik ‘pemberontakan’ para robot yang menjadi mimpi buruk para warga kota. Agak mudah ditebak, meskipun sempat diarahkan bahwa pelakuknya adalah bos dari perusahaan pembuat robot itu. Adegan yang ditampilkan di akhir film di mana digambarkan si robot Sonny sebagai ‘pemimpin’ para robot juga terkesan terlalu dibikin dramatis, maksa, dan kurang bermakna… ๐Ÿ™„

Overall, film itu tergolong asik dan recommended, terutama buat yang kecewa dengan Catwoman, kayak gw :mrgreen: Bisa dibilang, I, Robot merupakan sebuah tontonan yang cukup menyenangkan bagi yang gila dengan film-film berbau sci-fi (science fiction) ๐Ÿ˜ˆ Di samping itu, boleh juga tuh jadi semacam warning agar ada langkah antisipasi terhadap ‘pemberontakan’ robot di kemudian hari kelak…. Males banget ‘kan kalo suatu hari tiba-tiba kita disekap dalam rumah sama robot dan dikenai jam malam segala… what a nightmare!!! No, thanks! ๐Ÿ˜› ๐Ÿ‘ฟ

Catwoman Gak Asik

catwomanSekali lagi terbukti bahwa dukungan nama-nama terkenal bukanlah jaminan kebagusan sebuah film! Itulah yang terjadi dengan Catwoman! ๐Ÿ˜ˆ

Lihatlah, dari nama-nama aktris pendukung, film itu cukup meyakinkan. Setidaknya ada dua artis papan atas macam Halle Berry dan Sharon Stone serta masih ditambah oleh Benjamin Bratt dan Lambert Wilson. Namun begitu Sabtu (7 Juli 2004) kemarin nonton midnite film itu, ternyata tidak sebagus yang gw perkirakan. Malah cenderung mengecewakan dan tanpa greget! ๐Ÿ™ ๐Ÿ‘ฟ ๐Ÿ˜ฏ

Ada beberapa hal yang bikin film itu jadi gak asik ditonton. Salah satunya adalah soal permainan kamera yang memusingkan mata, terutama pas adegan kejar-kejaran dan berkelahi. Gerakan kamera yang dipakai untuk membuat film itu terlalu cepat, terlalu ‘digoyang’ ke sana-ke mari, dan perpindahan view kamera dari sudut satu ke sudut lain kurang smooth. Serasa dipaksa nonton video klip musik aja! ๐Ÿ™

Dalam hal cerita juga kurang greget. Awal filmnya aja, yang dibuka dengan kilasan-kilasan soal sejarah kucing Mau keturunan Mesir, termasuk udah cukup bertele-tele. Terkesan mengulur-ngulur waktu aja! Penggarapan konflik juga kurang seru. Sudah gitu, tokoh yang dimunculkan sebagai musuh Catwoman kali ini juga tidak meyakinkan, terlalu sepele untuk ukuran seseorang yang punya kelebihan super seperti Catwoman. Bukan kelasnyalah! Bahkan, menurut gw yang sedikit konyol adalah ketika adegan perkelahian antara Catwoman dan Laurel (yang diperankan oleh Sharon Stone). Di situ kesannya ilmu berkelahi si Laurel cukup tinggi, bolak-balik ia bisa menghajar Catwoman dan bahkan sempat hampir sukses mendorongnya jatuh dari gedung! Padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda kalau si Laurel itu seorang jagoan hantam-hantaman. Tidak ada juga adegan yang memperlihatkan si Laurel lagi latihan karate, misalnya… ๐Ÿ˜›

Hal lain yang juga mengganggu adalah make up si Halle Berry pas udah dalam seragam Catwoman. Terlalu tebel, norak, dan gak berkelas… Iih! ๐Ÿ™„ ๐Ÿ˜› Overall, bagi gw film itu, maaf aja, NOT RECOMMENDED!

Meskipun begitu, dalam hal jadual main, kita-kita di Indonesia bolehlah kembali sedikit berbangga! Kenapa? Karena jadual pemutaran Catwoman di Indonesia tergolong cepat lho, meskipun tidak termasuk dalam jadual resmi. Indonesia masih lebih cepat dari negara-negara seperti Singapore, Australia, Inggris, Perancis, dan Belanda! :mrgreen: ๐Ÿ˜ˆ

Semoga aja 21 Cineplex bisa sukses terus dalam melobi jadual main untuk film-film ngetop berikutnya. Asal gak malu-maluin aja ya! Termasuk untuk urusan penulisan judul film di tiket masuk. Jangan seperti midnite kemarin yang sampai salah ketik. Udah jelas-jelas tertulis di poster, namanya Catwoman, eh di tiket masuknya malah tertulis Catwomen! Film soal rombongan kucing cewek ‘kali! Plis deh! ๐Ÿ˜› ๐Ÿ˜† ๐Ÿ˜ˆ