Musics

Dhani Bantah Lip Sync β€œLaskar Cinta” di RCTI

Menyangkut dugaan lip sync oleh Dewa saat konser launching album “Laskar Cinta” di RCTI, 22 November 2004, akhirnya bisa mendapat konfirmasi langsung dari pihak Dewa!

Kebetulan tadi (tepatnya kemarin malam) Dhani Ahmad, leader dari Dewa, tiba-tiba muncul di acara TReMM-nya 89.7 HRFM Surabaya. Lewat telepon (thanks Kika!), gw minta konfirmasi soal lip sync saat launching “Laskara Cinta” di RCTI. Apalagi paling kentara saat lagu “Matahari Bulan Bintang” di mana Once terlihat melakukan lip sync. πŸ˜‰

“Itu fitnah. Tidak benar. Mungkin pada saat itu giliran saya menyanyi, tetapi kameranya ke arah Once,” bantah Dhani. 😯

Yah, kalau pihak Dewa udah bilang gitu, mo gimana lagi?! πŸ™„ Secara gw gak punya rekaman konser launching album baru itu… 😐 Oke deh pak! πŸ™‚

Musik di Resto Khas

Beberapa hari ini gw kekurangan ide buat nulis, padahal pengen nulis… 😈 Mungkin pengaruh sibuk nyiapin ‘sesuatu’ yang bakal soft launching dalam satu dua hari ini kali ya… he he he :mrgreen:

Akhirnya gw ingat soal musik di resto, terutama di resto khas. 😈 Resto khas itu contohnya seperti resto yang menu utamanya dari negara atau daerah tertentu. Misalnya, resto masakan Jepang, Thailand, dan Jawa. Bagi gw, setiap makan di resto adalah sebuah pengalaman, termasuk resto khas. Pengalaman itu tidak hanya soal cita rasa saja, tetapi juga menyangkut pelayanan dan suasana! Seringkali, pemilik atau pengelola resto khas kurang menyadari akan hal itu. Yang lebih dipentingkan hanyalah salah satu diantaranya, bukan kombinasi atau gabungan dari semua hal itu. Cukup memprihatinkan! πŸ™

Membangun suasana yang sesuai dengan tema khas resto pun tidak cukup hanya diwakili oleh macam makanan dan interior. Musik yang diperdengarkan juga punya pengaruh yang cukup gede lho! Seperti tadi malam ketika gw mencoba resto Chubo Chubo, Plaza Tunjungan 4. Resto ini dari interior dan macam makanannya udah jelas banget kalau mengusung cita rasa serba khas Jepang. Sayangnya, makanan yang ditawarkan biasa-biasa aja… tidak ada yang istimewa..Gw dan istri mencoba 2 macam menunya (chicken lemon dan satunya mirip-mirip beef yakiniku). Sudah gitu, makanannya kurang asik, masih ditambah musik yang diputar saat itu adalah tembang-tembang dari album terbaru Dewa! 😑 Kacau deh! πŸ‘Ώ Akan lebih menyenangkan dan lebih nyambung deh kalau yang diperdengarkan adalah musik bernuansa Jepang! 😎

Kejadian serupa juga gw alami ketika makan di Coca Suki yang menawarkan menu ala Thailand. Ternyata musik yang terdengar adalah lagu-lagu Indonesia, udah lawas pula! 😐 Sementara ketika mampir ke Ayam Goreng Mbok Berek, bukannya menikmati alunan musik khas Jawa, kita malah disetelin lagu-lagu slow rock lawas dari salah satu radio! 😯 Padahal interiornya sudah cukup mendukung sebagai sebuah resto tradisional Jawa… Duh! πŸ™„

Lip Sync itu Memalukan dan Mengecewakan!

Semalam gw nonton acara konser Dewa di RCTI dalam rangka launching album terbaru mereka, “Laskar Cinta“. Selain dari album baru, dalam acara itu mereka juga membawakan sejumlah lagu dari album-album sebelumnya seperti Arjuna (yang jadi lagu pembuka), Separuh Nafas, dan Pupus. Ada juga Kikan ‘Cokelat’ yang hadir sebagai bintang tamu dan duet dengan Once di tembang Elang.

Sebuah terobosan yang cukup menarik memang, bikin acara konser untuk meluncurkan album baru. Sayangnya, dalam konser berdurasi sekitar dua jam itu nampaknya pihak Dewa melakukan lip sync! πŸ˜› Sikap berpura-pura menyanyi lagu yang diputar dari CD player itu paling terasa dan terlihat saat mereka (sok) membawakan lagu-lagu dari album baru macam Cinta Gila, Pangeran Cinta, dan Matahari Bintang Bulan. Kejadian paling parah terjadi saat di lagu Matahari Bintang Bulan yang berirama reggae, di mana terlihat dengan jelas ekspresi Once tidak sesuai dengan lantunan lagu tersebut. Ia nampak keteteran untuk menyamakan gerakan mulut agar terlihat sesuai… 😈

Penggunaan metode lip sync oleh grup sekelas Dewa jelas merupakan hal yang memalukan dan mengecewakan! 😑 Apalagi, ternyata grup yang cukup sering berganti personil itu sudah cukup sering melakukannya. Hal ini terlihat dari keluhankeluhan yang disampaikan penggemarnya dalam Forum yang ada di situs web Dewa. Duh… 😯

Selain Dewa, penyanyi Indonesia papan atas yang juga sering ber-lip sync-ria saat tampil di tv adalah Chrisye! Sementara di barisan grup baru ada nama The Cat yang sempat gw saksikan sendiri melakukan lip sync saat tampil di Indosiar beberapa waktu lalu. 😈 Ck ck ck, apa gak malu ya ‘menipu’ para penggemarnya sendiri dengan selalu pura-pura menyanyi seperti itu? πŸ™„ Atau karena kurang pede? Atau masih belum bisa membedakan antara lagi bikin video klip dan tampil di panggung di depan para penggemar? πŸ˜‰

Jadi ingat dengan skandal lip sync paling heboh di kisaran tahun 88-91 lalu di mana ketahuan kalau ternyata duo yang tampil di berbagai panggung dan video klip itu ternyata bukan penyanyi yang sebenarnya. Yup, this is about Milli Vanilli! :plok:

Di luar negeri, nampaknya metode lip sync juga masih sering digunakan oleh sejumlah penyanyi terkenal. Yang terakhir lagi hangat dibicarakan adalah lip sync yang dilakukan oleh Ashlee Simpson! Nampaknya ‘akting’ menyanyi udah jadi hobi mendarah daging ya?! πŸ˜›

Menjadi Pahlawan dan Idola itu Urusan Sikap

Kalau dipikir-pikir untuk menjadi seorang pahlawan dan idola itu sebenarnya modal utamanya sama: sikap. Pahlawan berani menentukan sikap untuk memperjuangkan kebenaran dan kemerdekaan. Seandainya sang pahlawan tidak berani bersikap rela berkorban, bisa jadi tidak akan ada tindakan kepahlawanan yang bisa dia lakukan. Seandainya para pahlawan tidak punya sikap yang tegas dan jelas, bisa jadi kisah-kisah kepahlawanan tidak akan pernah tercetak dalam buku-buku sejarah… Seandainya para pahlawan tidak punya sikap konsisten dan konsekuen dalam bertindak serta mudah terpengaruh, bisa jadi apa yang diperjuangkan tidak akan kunjung tiba.. 😐

Seseorang dianggap pahlawan bukan semata-mata karena dia punya tubuh sehat, kekar, dan tegap. Seseorang disebut sebagai pahlawan bukan karena punya bakat berpidato, menulis, menyanyi, baca pusi saja. Seseorang mendapat sebutan sebagai pahlawan bukan pula hanya karena kemana-mana mengusung bambu runcing, pistol, ataupun senapan. Namun, seseorang menjadi pahlawan karena sikapnya! 😎

Bagaimana dengan idola? πŸ˜‰

Sama saja! Seseorang bisa menjadi idola bukan semata-mata karena tampang keren dan tubuh seksi. Seseorang pantas dijadikan idola bukan juga karena punya bakat-bakat tertentu seperti menyanyi, menari, atau akting saja. Seseorang patut disebut sebagai idola tidak juga hanya karena mampu meraih angka tertinggi dari jumlah sms yang masuk dalam polling acara-acara reality show di tv swasta. πŸ˜‰

Adalah sikaplah yang bisa menjadikan seseorang menjadi idola! Sikap percaya diri, rendah hati, bersemangat, konsekuen, konsisten, dan profesional adalah sederet modal dasar dan utama menjadi idola. Tidak jauh berbeda dengan syarat disebut sebagai pahlawan. Tanpa modal sederet sikap itu, janganlah berharap menjadi idola yang sebenarnya. :music:

Contoh mengenai bagaimana sikap menjadi ukuran kesuksesan seseorang menjadi idola atau tidak bisa dilihat dalam kasus Joy Tobing yang sedang hangat diberitakan di media-media massa. Joy, sebagai pemenang ajang Indonesian Idols yang notabene adalah (calon) idola baru, mungkin tidak menyadari hal itu. Sikapnya yang tiba-tiba hendak memutus kontrak dengan Indomugi Pratama (IP) Entertainment (manajemen artis untuk finalis Indonesiaan Idol yang ditunjuk Fremantle Media, pelaksana Indonesian Idol) jelas bukan sikap seorang (calon) idola. Kenapa? Pasalnya, ia telah menandatangani kontrak dengan pihak IP sebelum keluar sebagai pemenang. So, suka atau tidak suka dan baik atau jeleknya penanganan dari pihak IP sendiri terhadap artis yang dikontrak, bagaimanapun juga kontrak sudah ditandatangani dan sudah seharusnya kedua belah pihak konsekuen terhadap isi kontrak!. 😎

Kalaupun memang dari awal katanya sudah tidak sreg dengan isi kontrak, seharusnya Joy tidak perlu menandatanganinya (seperti halnya Helena dan Nania) meskipun konsekuensinya (mungkin) harus puas tidak menjadi pemenang, karena pada dasarnya sang pemenang diwajibkan bergabung dengan manajemen artis yang ditunjuk penyelenggara.

Di samping itu, sikapnya yang ingin melibatkan keluarga untuk bersama-sama dengan IP mengurusinya terlihat agak kurang profesional dan lagi-lagi tidak konsisten dan konsekuen. Apalagi menurut Indriena (General Manager Asia Fremantlemedia), hal tersebut jelas tak bisa dipenuhi mengingat untuk terlibat dalam ajang World Idol, salah satu persyaratannya adalah kontestan harus disalurkan oleh manajemen talent yang sudah ditunjuk dan disepakati.

Lagipula, kenapa hal itu tidak disampaikan sebelum ia diputuskan jadi pemenang? Kenapa baru belakangan ini? Kenapa baru mempersoalkannya setelah keluar sebagai pemenang Indonesian Idol? πŸ™„ Sudah begitu, hingga sekarang masih belum jelas keputusannya. Apakah memang ingin benar-benar keluar dari IP, sekedar menggertak, atau tidak? Nampaknya sekarang malah ragu-ragu

Suka atau tidak suka, sikap seperti itu jelas mengganggu perjalanannya sebagai (calon) idola. Setidaknya, yang sudah kelihatan saat ini, kesempatannya untuk tampil di ajang yang lebih luas seperti World Idol menjadi kecil kemungkinannya. Seperti kata Indriena Basarah (GM Asia Fremantlemedia): “Menjadi idola tidak hanya sekedar pandai menyanyi, tapi juga harus menunjukkan sikap dan prilaku yang menjadi panutan.” πŸ˜‰

Yang juga tidak bisa dihindari adalah kesan tidak profesional (karena ingin memutus kontrak) dan seakan “kacang lupa akan kulitnya”… πŸ˜‰

Sekali lagi, menjadi pahlawan dan idola itu adalah urusan sikap! Mau jadi pahlawan atau idola? Tentukan sikap yang sesuai dulu dong ah! :music:

Menyimak Once Ber-Ari Lasso Dalam Double Album Live

Dewa Live

Meskipun rada males sama Ahmad Dhani yang kadang omongannya terkesan sombong, namun bisa dibilang gw termasuk penikmat tembang-tembangnya Dewa. Makanya, ketika beberapa tahun lalu berkesempatan ikutan tur mereka dalam rangka bikin liputan, gw enjoy banget meskipun hanya di 3 kota doang. Lumayan, sambil ngeliput, bisa tidur dan makan gratis di hotel, sekalian bisa nonton konser gratis langsung di depan panggung! 😈 :mrgreen:

Bicara soal konser Dewa, akhirnya sekitar awal September lalu keluar juga album Dewa yang live in concert dengan isinya yang tentu saja rekaman lagu-lagu dari konser mereka. Album itu sendiri bertajuk “Atas Nama Cinta“. Gak tanggung-tanggung, mereka merilisnya dalam dua album sekaligus! Double album! Wuih! 😯

Di abum “Atas Nama Cinta II” ada 11 lagu, sementara di “Atas Nama Cinta II” berisi 10 lagu. Melihat deretan lagu-lagu yang ada di dalamnya, bolehlah kedua album tersebut disebut juga sebagai album “The Best of” alias kumpulan lagu-lagu terbaik seri dua dari grup band asal Surabaya yang dikomandani Dhani itu, setelah album The Best Of Dewa 19 (1999). Lihat saja daftar lagunya, ada Aku Milikmu, Cukup Siti Nurbaya, Restoe Boemi, Kaulah Satu-satunya, dan Elang dari jamannya Ari Lasso sampai lagu-lagu macam Arjuna, Angin, Cemburu, Separuh Nafas, Pupus, serta Kosong yang booming di mana-mana ketika Once sudah masuk. Bedanya, selain direkam dalam versi live, juga karena kali ini yang nyanyi semua lagu itu adalah Once. πŸ˜‰

Lucu juga sih menyimak ketika Once menyanyikan tembang-tembang Dewa yang selama ini sudah identik dengan warna suaranya Ari Lasso. Hasilnya, beberapa diantaranya jadi sedikit berkurang gregetnya. Misalnya pada Cukup Siti Nurbaya, Elang, dan Kaulah Satu-satunya. Bukan, bukan karena Once gak bisa nyanyi bagus tetapi ada nuansa yang hilang gitu loh… 😐

Yang sedikit mengecewakan, aransemen yang diusung oleh lagu-lagu dalam kedua album itu standar banget. Improvisasi bisa dibilang gak ada. Padahal, bukankah saat konser itu terbuka lebar kesempatan untuk mengutak-atik aransemen dari lagu-lagu yang ada? πŸ™„

Ah, gw jadi ingat obrolan singkat dengan Dhani ketika sama-sama lagi sarapan di salah satu hotel di Surabaya saat itu. Waktu itu gw nanya, kapan nih Dewa bikin konser akustik? Jawaban Dhani waktu itu kurang lebih begini: “Bisa aja kapan-kapan, tergantung bayarannya. Itu ‘kan butuh persiapan khusus. Wong, model aransemen kayak begini aja sudah laku kok.” 😯

*gedubrak… sambil mimpi Dewa keluarin album akustikan* πŸ˜›

Nonton Twilite Goes to Campus

Twilite
Bagi gw, tempat konser Twilite Orchestra identik dengan tempat-tempat sekelas hotel atau convention hall. Nah, apa jadinya kalau tempatnya di lingkungan kampus? Satu hal yang pasti, harga tiket nonton jadi lite alias ringan! :mrgreen:

Begitu juga ketika tampil di Graha ITS pada 30 Juli 2004 kemarin. Saat itu, bandrol tiketnya dipasang 25 ribu. Suatu harga yang tergolong murah untuk pertunjukan orkestra, apalagi sekelas orkestra pimpinan Addie MS itu. Iya gak?! πŸ˜‰

So, gimana kualitas pertunjukannya sendiri? Secara gw sendiri sebelumnya belum pernah lihat aksi mereka pas main di ballroom hotel berbintang atau sekelasnya, jadinya gak bisa bilang apakah malam itu mereka tampil dalam versi lite atau tidak. Yang jelas, malam itu orkestra yang mengusung aliran pop (pops orchestra) tersebut tampil mengesankan dan mengagumkan! 😯

Yang menarik adalah bagaimana sebuah pertunjukan orkestra dikemas tampil tidak membosankan. Sejumlah aksi lucu sempat ditampilkan, yang membuat penonton tertawa geli. Padahal dari segi musik yang dimainkan saja sudah membuat penonton berkali-kali tepuk tangan. Bahkan sampai standing ovation segala! 😯 πŸ™‚

Sayangnya, meskipun akustik gedung yang digunakan pada malam itu cukup bagus, namun posisi tempat duduk yang kurang strategis dan tidak tersedianya pending ruangan (AC) sedikit mengganggu kenyamanan menikmati alunan dari Twilite Orchestra malam itu. Yah…. namanya juga bukan di hotel berbintang…. :mrgreen: 😈