5 Alasan Mengapa Kita Tidak (Terlalu) Butuh Superman Returns

[rate 3]

superman returns

Terinspirasi dari judul artikel Lois Lane (Kate Bosworth) berjudul “Why the World Doesn’t Need Superman” yang dalam film Superman Returns disebutkan memenangkan penghargaan Pulitzer Prize, memunculkan ide soal judul “5 Alasan Mengapa Kita Tidak (Terlalu) Butuh Superman Returns“. Apa saja itu? Tunggu dulu.

Sebelum melangkah lebih jauh, asal tahu saja, jika dilihat sesuai urutannya, seharusnya Superman Returns merupakan kelanjutan dari film Superman terakhir yang dimainkan oleh Christopher Reeve, Superman IV: The Quest For Peace. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Film kali ini justru lebih berkaitan dengan Superman (1978) dan Superman II (1980). Saking eratnya, beberapa adegan di Superman Returns jadi terkesan seperti pengulangan dari dua film pertama Superman itu. Remake? Tidak persis sih. Prekuel dari Superman III? Sepertinya tidak. Bingung? Ya udah, mari kita lihat saja kelima alasan itu.

Pertama, tokoh antagonis bernama Lex Luthor yang terkenal sebagai musuh bebuyutan Superman kembali dimunculkan. Ah, lagi-lagi Lex Luthor. Dalam film ini, ceritanya ia telah dibebaskan dari penjara berkat bantuan seorang janda kaya yang dipacarinya dan juga karena ketidakhadiran Superman sebagai saksi. Dari empat film Superman sebelumnya, baru sekali Lex Luthor absen. Tepatnya dalam Superman III. Sudah begitu, penampilan Kevin Spacey sebagai Lex Luthor juga kurang menunjukkan kelasnya. Tidak mengesankan.

Kedua, kelemahan Superman terhadap batu kriptonit kembali jadi senjata andalan musuhnya. Bahkan dalam film kali ini, Superman mengalami koma lantaran efek dari batu itu. Sebuah headline bertajuk Superman is Dead pun sudah disiapkan oleh Perry White (Frank Langella), bos koran Daily Planet. Apa tidak ada ide lain soal kelemahan atau senjata untuk melawan Superman?

Ketiga, persoalan kisah kasih tak sampai antara Superman, Clark Kent, dan Lois kembali diangkat. Bahkan –meskipun masih berada dalam lingkup “kisah kasih tak sampai”– kali ini lebih dalam, karena melibatkan seorang anak bernama Jason (Tristan Lake Leabu) yang kalau diceritakan lebih detil di sini bisa dianggap spoiler. Pokoknya perhatikan sejumlah scene dengan cermat, terutama saat Jason di belakang piano yang ada di kapal mewahnya Lex Luthor. Jawabannya ada di sana πŸ™‚

Keempat, diulangnya kembali adegan jatuhnya roket kristal di lahan pertanian milik keluarga Kent seperti dalam Superman (1978). Bedanya, kali ini jatuh di malam hari dan isinya bukan seorang bayi melainkan sosok Clark Kent dewasa dan yang menemukan hanya Martha Kent (Eva Marie Saint) tanpa didampingi oleh suaminya, Jonathan Kent, yang telah meninggal. Serasa de javu. Yang terasa agak janggal dalam adegan ini, kenapa Superman ketika kembali dari pencarian sisa-sisa planet Krypton harus menggunakan semacam roket? Bukankah selama ini Superman sering dilihatkan terbang keliling luar angkasa?

Kelima, tidak meyakinkannya tampang Brandon Routh sebagai Superman. Kesan ini akan lebih terasa terutama bagi yang masih terkesan dengan sosok Christopher Reeve dalam empat film Superman sebelumnya. Rasanya aneh melihat Superman yang biasanya tampil dewasa tiba-tiba berubah menjadi bertampang remaja. Malah jadi mirip sosok Superman muda dalam serial tv Smallville yang dimainkan Tom Welling. Begitu juga dengan Kate Bosworth yang berperan sebagai Lois Lane. Kenapa sosok Lois jadi mirip dengan Lana Lang di Smallville yang dimainkan Kristin Kreuk? Kalo sudah begini, kenapa tidak sekalian aja memboyong Kreuk dan Welling ke dalam Superman Retuns?

Di luar kelima alasan itu, sebenarnya di bawah arahan Bryan Singer, Superman Returns yang opening credit-nya tetap menggunakan tulisan biru dengan efek zoom berlatar belakang suasana di luar angkasa seperti film-film Superman sebelumnya memang terlihat lebih canggih, lebih moderen, dan lebih megah. Bahkan suasana seru pun cukup berhasil dihadirkan pada beberapa adegan. Lihat saja saat usaha penyelamatan Boeing 777 yang akhirnya ‘didaratkan’ oleh Superman di tengah lapangan baseball. Begitu juga ketika Lois dan Jason terjebak dalam kapal mewah di tengah laut yang terbelah oleh kristal yang membesar. Selain itu, masih ada sederet pemandangan lansekap cukup indah yang hadir sejak awal film.

Tidak seperti JJ Abrams yang ‘menyulap’ MI:3 menjadi ALIAS versi bioskop, Bryan Singer tidak terkesan memaksakan menghadirkan hawa X-Men dalam film yang didedikasikan kepada Christopher Reeve dan Dana Reeve ini. Walaupun demikian, entah disengaja atau tidak, unsur X-Men tetap aja hadir lewat kehadiran pemeran Cyclops (James Marsden) yang bermain sebagai Richard White. Pemandangan awan hitam di tengah laut Atlantik ketika kristal curian dari Fortress of Solitude yang ditembakkan Luthor dari atas kapal membesar ke mana-mana juga mengingatkan kepada keadaan langit ketika tokoh Storm mengeluarkan kekuatannya. Sayang sekali semua itu tidak didukung oleh naskah yang kuat dan tidak basi. Singkatnya, buat apa Superman kembali kalau hasilnya seperti begitu saja? Next time better, Bryan!

Print Friendly, PDF & Email