Setelah ketemu hasil karya dari dua orang lulusan sekolah grafis luar negeri, aku kok jadi ragu sama kualitas materi pelajaran yang mereka dapat di luaran sana ya.
Yang satunya lulusan sekolah grafis di Jerman. Aku tahu hasilnya pas kantorku (tepatnya oleh si bos) order desain situs web untuk sebuah turnamen tenis. Eh, begitu kelar dan lihat hasilnya ternyata stylenya model-model desain web tahun-tahun 97-98 yang warna-warna dan layoutnya agak norak kalau dibandingkan dengan tren style belakangan ini. Herannya si bos senang. Padahal yang bilang desain itu ‘aneh’ bukan cuma aku saja lho…
Satunya lagi lulusan Amerika yang kabarnya sekarang lagi ambil S2 dengan bidang yang agak lain tapi masih di lingkungan grafis juga (lupa tepatnya). Hasil karyanya yang pertama aku lihat adalah logo sebuah situs web keagamaan, cover cd, dan yang terakhir adalah desain kartu nama dari pengelola situs web yang bersangkutan. Untuk desain logo, menurut aku desainnya terlalu ‘mbulet’. Begitu juga penggunaan warnanya. Apalagi untuk ukuran logo situs web ‘kan enaknya dibuat simple tapi pas. Sementara desain kartu namanya juga terlalu biasa untuk ukuran lulusan luar negeri. Tidak ada gregetnya. Kayaknya masih bagusan desain kartu nama orang-orang lokal yang tidak sekolah di luar negeri. Yang bilang begitu juga bukan hanya aku saja lho. Herannya, sejauh ini, ‘sang client’ puas-puas saja.
Ini yang ‘salah’ apa para lulusan luar negeri itu atau clientnya ya? 😀
Kalo emang ilmunya hanya bisa desain yang begitu-begitu saja, aku mending gak sekolah grafis di luar negeri ah 😛
Btw, sori tidak bisa memasang contoh karya mereka. Tidak enak sama para client yang bersangkutan 😉
Hasil karya mereka di publish dong, tapi jangan bilangin siapa desainer-nya, jadi para penilai bisa obyektif.
Menurut gue, orang tuh lebih cenderung menilai secara subyektif (lulusan luar negeri juga bisa jadi subyek yang mungkin dianggap skeptis)
Menurut gue pasti ada kasus yang kalo hasil karya desainer terkenal, pasti dibilang bagus tanpa menilai obyek secara detail.
Padahal kalo nggak dibilang nama desainer-nya, mungkin hasil karya itu bisa jadi jelek. Soalnya, namanya juga manusia, apa bisa selalu menghasilkan karya yang indah, karena indah itu kan relatif banget dan subyektif menurut setiap penikmat.
Hehehehe, gimana pendapat yang lain ??? Sukses ya Ko Ben …. have a nice day …
Dipublish? Ya, itu tadi sungkan kalau ketahuan oleh client para desainer itu.
Kalau mau tahu, japri aja 😀
kebetulan aku juga seorang desainer… jadi agak punya perasaan juga kalo ada kasus yg begitu 🙂
tapi, kalo dilihat tulisan jurnalnya, style-nya mirip banget sama model2 tahun 9X-an… berarti mereka masih fresh.
Ya harusnya bisa dipilah dong… antara fresh graduate college/university tertentu sama lulusan ‘alam’ yg notabene terlatih/pengalaman. mungkin mereka juga baru mau nentuin style/kiblatnya ke mana? atau itu malah jadi keinginan kliennya?
aku nulis begini bukan karena objektif sih…cuman mungkin aku saja yang belum lihat contoh desainnya, hehehe…
Gue engineer yang sekolah master di luar negeri. Menurut gue sih sekolah di luar negeri nggak terlalu ngaruh buat bidang-bidang seperti IT, graphic design etc yang dipelajari sendiri bisa.
Tapi untuk bidang-bidang Ekonomi moneter, bedah jantung, fisika nuklir etc jelas kuliah di luar negeri pasti punya nilai tambah yang nggak akan bisa didapatkan mereka yang kuliah di dalam negeri.
Masalah ilmu yg didapatkan baik sekolah di luar ato didalam ada kelebihan dan kekurangannya, jadi sebaiknya kita ambil saja positif dari kedua-duanya, kita tidak perlu menyepelekan karya orang, berpikirlah kedepan jangan mempunyai pandangan yg bernada sinisme, hargailah, buktinya si bos lebih memilih karya dia dibandingkan yang lainnya, kalo mau tanya langsung saja ke sibos nya soal desain itu, karna yg pasti si bos punya lebih pemikiran dan wawasannya, buktinya ia jadi bos bukan jadi pegawai.
iya, menurut gw malah desainer itu hebat dong, dia bisa memuaskan kliennya (si bos). karena sebagai desainer kan tugasnya memenuhi dan memuaskan keinginan klien