Nasib Musik Indonesia di Garuda Indonesia

Belum lama ini, dalam penerbangan ke Jakarta dengan Garuda Indonesia, saya teringat dengan tulisan lama saya tentang nasib lagu Indonesia di kanal hiburan maskapai asing.

Mumpung ingat, saya lantas jadi ingin tahu juga, bagaimana dengan nasib musik Indonesia di penerbangan domestik maskapai kebanggan Tanah Air itu.

Secara logika, seharusnya lebih baik daripada yang tersedia dalam penerbangan milik maskapai asing. Saya pun menelusuri menu yang ada dan berharap menemukan banyak jejak musik Indonesia di dalamnya.

Awalnya, pada saluran Musik, saya menemukan dua kanal yang menawarkan apa yang saya cari. Keduanya adalah “Musik Pop Indonesia” dan “Lagu Indonesia Favorit”.
Continue reading…

Nasib Lagu Indonesia di Kanal Hiburan Maskapai Asing

Dalam penerbangan belum lama ini dengan sebuah maskapai penerbangan asal Hongkong, iseng-iseng saya menelusuri satu per satu isi berbagai kanal hiburan semasa terbang (in-flight entertainment). Hitung-hitung sambil menghabiskan waktu, mengingat durasi perjalanan memakan waktu hampir lima jam.

Saat sedang melihat-lihat menu hiburan yang ditawarkan, tidak disangka saya menemukan foto Ruth Sahanaya, penyanyi senior Indonesia, terpampang di salah satu kanal musiknya. Tepatnya di kategori Radio. Awalnya saya merasa senang sekaligus bangga melihat keberadaan penyanyi Indonesia di kanal hiburan itu.

Apalagi tidak hanya fotonya yang ada tapi juga dua lagunya — bersama lagu Indonesia lainnya ditambah dengan beberapa lagu dari negara tetangga. Namun rasa bangga itu berkurang dan bercampur rasa prihatin begitu saya menyadari bahwa kanal musik lagu-lagu Indonesia itu diberi label “Malay Hits”.

Padahal di daftar putarnya, jumlah lagu Malaysia dan Singapura jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lagu Indonesia yang ada di kategori itu. Dari 28 lagu yang tersedia, lagu Indonesia ada 18 buah. Sehingga seharusnya akan lebih pantas jika label yang disematkan adalah “Indo Hits” atau “Indonesia Hits”, misalnya.

Apakah penggabungan dalam label “Malay Hits” itu karena dianggap sama-sama berakar pada bahasa Melayu? Bisa saja. Tapi dalam hal ini, alasan itu sepertinya kurang pas.
Continue reading…

Penonton Duduk dan Penonton Berdiri

Dalam beberapa konser yang sempat saya datangi belakangan ini, terlihat sejumlah orang lebih suka menonton sambil duduk, meskipun pihak penyelenggara tidak menyediakan kursi bagi penonton. Lantas, mereka duduk di mana? Di lantai.

Ada yang mengambil tempat di belakang, tetapi tidak sedikit juga berada di barisan depan.

Cukup sampai di situ? Tidak.

Rupanya mereka yang duduk itu ingin penonton lain juga harus ikut seperti mereka. Akibatnya, setiap kali terlihat ada yang berdiri, selalu terdengar hardikan dari arah penonton yang duduk. Bahkan ketika musisi sudah di atas panggung, mereka tetap berteriak dan ribut sendiri menyuruh penonton lain untuk ikut duduk di lantai.

Mungkin bagi mereka, penampilan musisi di atas panggung tidak sepenting urusan itu. Pokoknya, semua penonton harus duduk meskipun, sekali lagi, penyelenggara pertunjukan tidak menyediakan kursi.

Situasi serupa juga saya jumpai dalam sebuah pertunjukan di sebuah festival musik belum lama ini. Saat itu, selain tidak tersedia kursi, panggung pertunjukannya pun terbilang cukup tinggi, sekitar 1,5-2 meter.
Continue reading…

Sebelum Menutup Toko Kaset dan CD

Kemarin, rencananya setelah mengikuti sebuah acara di sebuah pusat belanja di kawasan Surabaya Barat, saya bermaksud sekalian hendak membeli CD musik di tempat itu juga. Tapi kemudian saya baru ingat, toko kaset dan CD di mal itu sudah lama tutup. Ah, saya lupa. Saya lantas teringat juga dengan toko kaset dan CD terkenal asal Jakarta yang belum lama ini menutup cabangnya di jalan Polisi Istimewa, Surabaya. Sayang sekali.

Memang cukup menyedihkan ketika melihat perkembangan toko kaset dan CD belakangan ini. Nampaknya fenomena seperti itu tidak hanya terjadi di Surabaya namun juga di kota-kota besar lainnya. Ada yang langsung tutup, ada juga yang mencoba bertahan tapi mengurangi luas ruangan yang digunakan.

Ada apa di balik makin muramnya bisnis retail kaset dan CD? Kenapa satu per satu toko kaset dan CD tumbang begitu saja? Biasanya alasan klise yang terdengar adalah karena masih maraknya pembajakan dan pembeli yang semakin berkurang dari waktu ke waktu. Hanya itu saja alasannya? Bagaimana dengan faktor internal?
Continue reading…

Pengalaman Membeli Kartu SIM Perdana di Bangkok

Kabarnya, sejak 15 Desember 2015 lalu, Kementerian Kominfo melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menetapkan ketentuan pelaksanaan registrasi pelanggan jasa telekomunikasi prabayar yang mewajibkan pembeli kartu SIM (Subscriber Identity Module) perdana menunjukkan surat identitas resmi. Ketentuan ini sebenarnya untuk mendukung peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika yang sudah berlaku sejak beberapa tahun sebelumnya tetapi masih ada kelemahannya sehingga data pelanggan banyak yang tidak valid.

Setelah membaca kabar tersebut, saya jadi teringat dengan pengalaman membeli kartu SIM perdana prabayar di Bangkok, Thailand belum lama ini.

Continue reading…