Barusan gw diberitahu Idban soal seorang ‘seleb’ IT yang untuk kesekian kalinya menjadi ‘pemujaan’ dari media massa Indonesia. Kali ini adalah Tabloid TRENdigit@l yang dengan bangga memberinya gelar sebagai Tokoh Digit@l 2004! :plok: 🙄
Nampaknya sang tokoh selama ini memang begitu dimanjakan oleh berbagai media massa di Indonesia. Sangat sering kita jumpai pendapatnya dimuat begitu saja mentah-mentah di media-media massa tanpa diinvestigasi lebih lanjut. Dan pemberian gelar itu tadi semakin melengkapi daftar media-media massa di Indonesia yang bersikap ceroboh terhadap pemuatan profil maupun pendapat dari orang-orang tertentu yang terkesan asal dipuja aja sebagai pakar, pengamat, dan sebagainya oleh redaksi media massa bersangkutan tanpa menyelidiki lebih dalam atau investigasi terlebih dahulu kemampuan sebenarnya dari yang bersangkutan… Memprihatinkan! 🙁
Bukan, gw bukan sedang berusaha menjelek-jelekkan seseorang. 😎 Seandainya mengikuti sepak terjang ‘beliau’ di milis-milis (yang seringkali bersifat hit and run), tidak hanya dari media-media massa saja, loe bakal mengerti sendiri deh… 😉 dan mungkin akan ikut prihatin, seperti gw dan teman-teman lainnya.. 😐
Selain sang pemegang gelar tadi itu, belum lama ini juga sejumlah media massa terkenal di Indonesia (di antaranya, KOMPAS, COSMOPOLITAN, SWA, dan Warta Ekonomi) ramai-ramai memuja seseorang yang mereka juluki internet marketer dengan memuat artikel yang isinya hanya berisi cerita-cerita kesuksesan belaka tanpa mengorek sisi lain secara objektif. Misalnya, apakah tindakan yang dilakukannya termasuk spam atau tidak? 😉
Memang, adalah hak dari media massa untuk menghargai seseorang yang mereka anggap ‘mumpuni’ dengan cara mengekspos sedemikian rupa, termasuk memberikan penghargaan seperti tadi itu. Namun, sebagai media massa yang dibaca masyarakat banyak, di mana tanggung jawab moral para pengelola media massa yang terhormat? Apakah Anda tega untuk terus-terusan ‘membodohi’ para pembaca? Apakah objektivitas dan investigasi yang dibangga-banggakan selama ini sudah Anda tinggalkankah? 🙄
Dan kalaupun pemberian gelar itu disebutkan berdasarkan hasil jajak pendapat pembaca, apakah murni demikian? Bukankah sedari awal memang sudah ditetapkan hanya ada 6 sosok yang perlu dipilih (Roy Suryo, Onno W. Purbo, Wimbo S. Hardjito, Timothy Siddik, Prof. Samaun Samadikun, dan Rachmat Gobel)? Dan bukankah nama yang paling banyak keluar sebagai pilihan peserta polling itu adalah nama yang biasa kalian muat pendapatnya di media-media massa yang kalian kelola? Setidaknya hal itu tercermin pada artikel ini… 😛
Kalau sudah begini, gw hanya bisa bertanya: Ada apa dengan media massa di Indonesia? Ada apa dengan redaksi media massa di Indonesia yang terhormat? Apakah Anda memang benar-benar begitu naif sehingga tidak mengetahui ‘keanehan-keanehan’ dari tokoh-tokoh tertentu yang Anda ekspos? 🙄 Kasihan juga ya … 😐
Media tersebut tampaknya masih baru, masih no. 20 kan? Saya malah belum tahu merk tsb. sebelum membaca tulisan ini. Jadi ya… perlu maklum sedikit. 🙂
Toh tujuan lainnya adalah promo buat pengirim SMS dan barangkali mendongkrak tiras. Alhasil jangan keburu dibandingkan dengan Man of The Year majalah Time.
Setuju! media massa sekarang emang ga ada tanggung jawabnya pada masyarakat. Cuman mementingkan sisi ekonomisnya saja. Mungkin juga milih beliau2 itu memang ada untungnya secara ekonomis (dapat hak meliput pameran mobil antik misalnya)? Coba diselidiki lebih jauh.
just fyi, itu penghargaan udah lama tuh, bulan april. ada beritanya di republika. lalu waktu sampling-nya juga cuma 2 bulan, februari-maret. setahu gue kalau mau layak dibilang tokoh anu untuk tahun anu, mestinya sampling-nya setahun juga lah.
amal, walaupun baru, setidaknya apa yang mereka lakukan dengan memuja-muji sang digital clown itu merupakan cermin dari rendahnya fungsi pengawasan internal dalam media massa di Indonesia saat ini. Apalagi mengingat tabloid itu adalah terbitan dari grup Bisnis Indonesia yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia penerbitan.
KOMPAS juga yang disebut2 sebagai surat kabar terbaik di Indonesia masih saja dgn entengnya main muat pendapat si ‘beliau’ itu… tanpa investigasi dulu pula… 🙁
igun, gw rasa sih malah mereka sama sekali tidak mengharapkan bisa meliput mobil antik dan sebagainya… tetap benar-benar memuja orang itu…
eko, setahun atau lebihpun tetapi kalau tetap diblowup oleh media-media, tetap aja masyarakat umum taunya orang itu… 🙁
kagak ada bahan lagi mungkin…. :))
atau, media informasi kita hanya diperuntukan orang2 yang ‘baru’ kenal dengan TI ? jadinya, tokoh itu pun
bisa kita sebut ‘baru’ dalam dunia TI.
Dilihat kontribusinya, saya mah lebih prefer Pak Onno W Purbo, Budi Rahardjo, atau Pak Made Wiryana.. instead of Roy Suryo 🙂
Kalau kita mengerti bagaimana cara kerja media massa, kita akan paham kenapa hal seperti ini sering terjadi.
Para staf media massa *selalu* dikejar-kejar deadline.
Ini masalah utamanya. Jadi bisa sekedar mendapat nara sumber perbandingan saja sudah syukur. Boro-boro melakukan “investigative reporting”. Malah kadang-kadang interview tertulis saja masih bisa keliru di cetakannya.
Jadi kita perlu maklum, namun di lain hal, bagaimana solusinya ?
Saya kira ini peluang bisnis bagus bagi yang menemukan celah yang cocok untuk itu.
Sori OOT – bagaimana caranya agar semua komentator bisa diberitahu kalau ada komentar baru di post tsb – spt di blog ini ?
Trims 🙂
subscribe ke comment RSS-nya, ada di sebelah kanan…
Harry, bisa pakai plugin ini 🙂
Sori saya kurang jelas – inginnya supaya komentatro dinotifikasi via email setiap kali ada komentar baru 🙂
Trims untuk Ben atas informasinya:
http://harry.sufehmi.com
media sebagai suatu lembaga yang membentuk opini publik pada suatu komunitas masyarakat seharusnya menyajikan berita yang komprehensif dan faktual, jangan secara subjekfitas doooonkkk!!! publikasikan masalah Poso dengan Objektif!!!
media ak brue ni dsn aku blh knlan ga………………. klo bleh aat frendster ak yah