Selama ini, setahu gw, aturan yang umum dalam konser atau pertunjukan musik bagi wartawan foto adalah batasan tiga lagu bagi yang ingin memotret tepat di depan panggung. Setelah itu harus keluar dari daerah sekitar panggung. Kalo masih ingin memotret, bisa dilakukan dari daerah penonton. Biasanya aturan ini berlaku untuk pertunjukan artis dari luar negeri.
Ketika meliput acara Java Jazz Festival 2006 yang berlangsung beberapa hari lalu di Jakarta, gw terkejut ketika diberitahu oleh panitia mengenai aturan khusus untuk motret dan meliput di depan panggung. Apalagi aturan itu baru disampaikan sesaat menjelang penampilan Tower of Power di Plenary Hall. Tidak tercantum dalam lembaran tata tertib yang dibagikan sebelumnya.
Setelah dikumpulkan di dekat pintu masuk sebelah panggung, salah seorang panitia mengatakan bahwa kesempatan untuk berada di depan panggung hanya terbatas untuk dua lagu pertama. Setelah itu harus keluar ruangan. Kalau mau meliput lebih lanjut? Harus beli tiket! *gedubrak* 😯 🙁
Gw pikir aturan “cukup dua lagu” itu hanya berlaku untuk pertujukan special show (yang harus beli tambahan tiket selain tiket regular). Eh, ternyata aturan itu diberlakukan juga pada semua konser, terutama konser-konser yang menyediakan space khusus untuk wartawan foto. Tiap kali udah usai dua lagu, ada aja salah satu panitianya yang mulai ‘membersihkan’ area depan panggung dari wartawan. Cukup menjengkelkan dan agak menyusahkan! Apalagi jadual masing-masing pertunjukan banyak yang mulai bersamaan. Sudah gitu, masih aja ada beberapa pertunjukan yang jadualnya molor.
Entah karena ada yang protes atau kenapa, di hari kedua, aturan itu agak melunak. Untuk pertunjukan di Plenary Hall misalnya, setelah lagu kedua berakhir, para wartawan masih boleh meliput dan motret tetapi harus dari area penonton. Yang boleh tinggal di depan panggung adalah panitia dan wartawan dari media partner-nya.
Bentuk kelunakan lain adalah di beberapa pertunjukan tertentu di Plenary Hall, terutama yang tidak mengharuskan penonton membeli tiket tambahan, para wartawan foto tetap dibiarkan saja motret meskipun udah lewat dari lima lagu. Misalnya, pas Lee Ritenour dan Bob James tampil.
Sayangnya, toleransi itu tidak berlaku untuk pertunjukan artis lokal seperti konser The Idols feat. Dave Koz dan Moluccan Night yang menampilkan banyak artis secara bergantian dalam satu panggung. Motret dari area penonton? Lha, udah penuh sesak begitu bagaimana bisa? Apalagi pas Moluccan Night sampai pintu harus ditutup segala saking penuhnya penonton yang memenuhi ruang Cendrawasih 2 & 3.
Nampaknya perhatian panitia terhadap kebutuhan peliput memang kurang. Selain aturan itu tadi, fasilitas komputer yang disediakan di Media Center hanya 3 buah. Jumlah yang sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah wartawan yang hadir, apalagi mengingat pertunjukan jazz yang berlangsung tiga hari itu tergolong kelas internasional.
Salah satu event musik lokal tahunan aja fasilitas komputernya 3 buah dan masih ditambah dengan informasi-informasi tambahan seperti song list dan sebagainya. Untuk press conference pun diadakan di Media Center. Tidak seperti pada Java Jazz Festival kemarin yang lokasi press conference-nya disediakan di salah satu ruangan yang juga dipakai untuk konser dari jazz community. Kebayang ‘kan gimana ramenya. Gak heran kalo Daniel Sahuleka saja sempat bete saat press conference dipaksakan diadakan di situ ketika ada grup yang sedang manggung. Untunglah akhirnya dipindah ke Media Center.
pertama!
mending pilih honda jes
Motretnya bareng pak Aryono Huboyo Djati aja… 🙂
motret gw gratis kok ben… beneran!
Wah wah wah
*ndak nyambung yaa?
jadi maksudnya apa? gak bisa flirting performernya?
*posting ga jelas*
*bales!* ihihihi
too bad i couldn’t make it to java jazz, but on my birthday you know what incognito and harry stojka played live in front of me. whoaaaa!!!!
too bad i couldn’t make it to java jazz, fortunately on my birthday, incognito and harry stojka played in front of me. hooray!!
*komen diketik ulang, yang tadi ilang huhu*