Membaca tulisan di rubrik Bahasa milik Kompas hari ini (25/5) yang berjudul “Duren” membuat gw jadi heran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga halaman 280, duren bukanlah kata baku. Yang baku adalah durian. Nah, mengingat yang menjadi bahasan utama dalam tulisan itu bukanlah soal kata baku atau tidak baku, apalagi soal buah durian, kenapa harus memaksa mengumbar kata tidak baku dalam sebuah rubrik Bahasa? Belajar bahasa ala Kompas? 🙄
demikian jeritan hati seorang pembaca setia kompas
[…]Sekarang terbukti bahwa kemampuan Kompas sudah menurun dan sudah tidak layak dijadikan acuan dalam berbahasa Indonesia.[…]
Yang benar Durian, seperti halnya Rambutan.
Duren adalah logat Betawi.
Thurian adalah Durian dalam bahasa Thailand (dan aku pernah mendebat orang Thailand asal-usul durian dari segi etimologis, dan aku berhasil menyanggah pernyataannya bahwa Durian berasal dari Thailand, hanya dengan asal-usul nama).
Aku juga pernah menemui kasus lain seperti penggunaan kata ‘literer’, dan aku pernah menulis ke kompas tetapi tidak dimuat. Mungkin karena kritikanku terlalu keras atau karena tidak dianggap.
Duh, untungnya ak bukan pembaca setia kompas =)) jadi gak terlalu kecewa :nono:
Untuk mendekatkan dengan pembaca mungkin. Kalo durian kan kaku. Jadi biar lebih enak dibaca gitu. Lagian pembaca juga sudah tau maksudnya.
maklum manusia ada salahnya
Tapi membiasakan diri untuk menggunakan bahasa yg baku itu juga perlu, biar nular ke yang lain ❗ . Jadi sedikit demi sedikit duren -yang ga baku- itu lebih sering dibahasakan dgn durian. Yah harapannnya, kedepan makin banyak yang menyebut duren dengan kata durian. Bagus tho….
Kan bahasa itu harus bisa menarik yang membacanya. Kalau terlalu kaku n baku siapa yang mau membacanya :bye:
Artikel Kompas kan judulnya duren, tapi kenapa pembahasannya malah melenceng ke masalah orang Indonesia yang “katanya” gemar memakai kata bersuku dua? =))
Seolah penulisnya sudah menelaah isi KBBI dan menghitung berapa persen kata bersuku dua? HiRoy!
Dan kalau “katanya” si penulis ini benar, berarti nama “Indonesia” yang tiga suku kata itu tidak enak didengar alias tidak laku dong?
Mungkin enaknya pakai kata “Indo” atau “Indon” saja kali ya. HAHAHAHA
Duh gua ketularan telmi, Indonesia kan 4 suku kata ya.
#9, ha ha ha =))
duren duda keren =))
Mungkin gara-gara intro dari tulisan ini nyambungnya ke istilah “duda keren” alias “duren”. Kalau “Durian” nanti malah jadi “Duda Ngirian”. 😛
@-peng: Kayaknya yang dibahas disini bukan kata-kata bersuku dua yang baku dan formal, jadi ngga perlu ngintip KBBI dulu. Sekedar kebiasaan masyarakat yang suka menyingkat-nyingkat mungkin. “Indonesia” sendiri, setahu saya, pelafalannya kadang-kadang juga melenceng jadi Indonesa atau Endonesa. Atau singkatnya juga, Indo.
oyeah !!!