Jarak Antar Kursinya Wings Air dan Lion Air

Untuk ke Gorontalo, sebenarnya saya agak enggan naik pesawat Wings Air / Lion Air. Kenapa? Pertama, karena jadwal terbangnya dari Surabaya yang sekitar pukul 06.30 WIB itu terlalu pagi bagi saya 😛 . Kedua, rata-rata jarak antar kursi dalam pesawat MD-82 dan MD-90 yang digunakan Wings Air / Lion Air sangat tidak nyaman bagi yang bertubuh lumayan tinggi seperti saya.

Makanya beberapa kali terakhir waktu pulang ke Gorontalo dari Surabaya, saya lebih memilih naik Sriwijaya Air karena jam penerbangannya sore hari dan jarak antar kursi di pesawat Boeing 737-200 yang digunakannya sedikit lebih friendly bagi saya.

Sayangnya, belakangan ini jadwal penerbangan Sriwijaya Air dari Surabaya ke Gorontalo berubah. Dari Surabaya jadwalnya menjadi pagi sekali sekitar jam 06.00 WIB, kemudian singgah di Makassar sekitar enam jam (!) baru terbang ke Gorontalo pada sore harinya.

Akhirnya, untuk perjalanan ke Gorontalo pada 21 November kemarin saya terpaksa memilih Wings Air / Lion Air. Untuk menghindari ketidaknyamanan lantaran jarak antar kursi Wings Air yang sempit, pada saat check in di loket Wings Air di Bandara Internasional Juanda Surabaya, saya sudah minta ke petugasnya agar ditempatkan di barisan kursi yang berada di sebelah jendela darurat. Karena biasanya deretan kursi sebelah jendela darurat ekstra lega.

Setelah sempat tertunda sekitar 35 menit dari jadwal semula, akhirnya saya dan para penumpang lain dipersilakan masuk pesawat MD-82-nya Wings Air sekitar pukul 07.05 WIB. Begitu menemukan nomor kursi yang diberikan petugas check in tadi, saya terkejut. Ternyata kursi nomor 23C itu tidak berada di barisan kursi sebelah jendela darurat sesuai permintaan saya, melainkan satu nomor di depannya. Sudah begitu, ternyata juga sandaran kursinya tidak bisa didorong ke belakang.

Ketika saya tanyakan kepada pramugarinya, katanya memang posisi sandarannya tidak bisa diubah karena berada di depan barisan dekat jendela darurat. Bagusnya si pramugari sekalian menginformasikan bahwa di belakang masih ada kursi kosong dan mempersilakan saya kalau mau pindah tempat duduk.

Mendengar informasi itu, saya langsung beranjak menuju ke bagian belakang. Memang betul, di dua baris kursi paling belakang ada beberapa kursi kosong. Dan, begitu saya duduk di kursi nomor 35D… Wow, lega banget. Rupanya kursi di bagian belakang ini jarak antar kursinya lebih lebar dibanding kursi lain.

Menjelang mendarat di Bandara Sultan Hassanudin Makassar, saya melihat ‘fenomena’ yang terjadi di deretan kursi satu nomor di depan saya, tepatnya 34D. Saya jadi teringat dengan “Misteri Kursi 32D“. :mrgreen:

Eh, tapi kok nomornya beda? Mungkin karena pengaturan kursinya juga beda. Di Wings Air MD-82 yang saya naiki ini jumlah nomor kursinya sampai 36 sementara yang dulu itu, kalau tidak salah ingat, hanya sampai nomor 35. Mungkin yang sama hanya mengenai kursi-kursi bagian belakang yang friendly bagi orang-orang bertubuh tinggi seperti saya. Catat.

Dalam penerbangan lanjutan ke Gorontalo dari Makassar, pesawat yang digunakan Lion Air adalah MD-90. Kali ini saya benar-benar tidak ada kesempatan bisa memilih nomor kursi karena sudah langsung diberikan begitu tiba di Makassar tadi. Saya mendapat tempat duduk nomor 4A. Ternyata kondisinya lebih parah. Jarak dengan kursi depan terasa sempit sekali. 😡 Sepanjang perjalanan ke Gorontalo, saya jadi tidak bisa tidur gara-gara merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi itu. 🙁

Btw, kabarnya saat ini landasan Bandara Jalaluddin Gorontalo sedang diperlebar agar bisa didarati pesawat yang tergolong berbadan lebar. Termasuk Boeing 737-900ER-nya Lion Air? Kabarnya begitu. Semoga jarak antar kursi di pesawat itu tidak sesempit seperti di MD-82 dan MD-90 milik Wings Air / Lion Air…