Mimpi Ajaib Laskar Para Pemimpi

sang pemimpi

Sama seperti menonton film “Laskar Pelangitahun lalu, kali ini saya juga belum membaca bukunya yang ditulis oleh Andrea Hirata ketika memutuskan untuk menyaksikan sekuelnya, “Sang Pemimpi“. Meskipun begitu, saya sempat berharap isi film yang masih digarap oleh Riri Riza ini tidak memunculkan berbagai pertanyaan di benak saya ketika menontonnya. Namun ternyata harapan itu tidak mudah terwujud. 🙂

Film dibuka dengan adegan ayah Ikal (Mathias Muchus) yang sedang bersepeda di sebuah jalan yang sangat sepi. Sebuah adegan yang terlihat lumayan aneh ketika disandingkan dengan kemunculan judul film di layar bioskop.

Dari situ kemudian adegan demi adegan meloncat bergantian antar waktu, dari satu masa tertentu ke masa yang lain. Dari masa Ikal dewasa (Lukman Sardi) yang sedang bingung dengan menghilangnya Arai dewasa (Nazril Irham) secara tiba-tiba, lantas loncat ke masa remaja Ikal (Vikri Septiawan) dan Arai (Rendy Ahmad) di bangku SMA. Selanjutnya meloncat lagi ke masa kecil Ikal (Zulfanny) dan Arai (Sandy Pranatha) sebelum akhirnya balik lagi ke masa SMA yang diberi porsi terbesar dalam film ini. Butuh konsentrasi tersendiri biar tidak bingung mengikuti adegan-adegan yang berloncatan antar waktu seperti itu.

Cerita yang bergulir selanjutnya lebih banyak berkisah seputar masa remaja Ikal, Arai dan seorang sahabat mereka, Jimbron (Azwir Fitrianto) yang bersekolah di SMA Manggar sambil bekerja sambilan untuk mengejar mimpi. Mimpi pergi ke Paris. Apalagi seorang guru mereka, Pak Balia (Nugie), selalu mendorong untuk mengejar mimipi mereka. Begitu juga Pak Mustar (Landung Simatupang) yang juga mendukung, tapi dengan caranya sendiri.

Jika diperhatikan, terlihat ada semacam patron yang serupa antara film Sang Pemimpi dengan Laskar Pelangi. Lihatlah. Tokoh Arai yang pintar, paling bersemangat mengejar mimpi, dan punya ketertarikan terhadap seni bisa dibilang merupakan gabungan karakter Mahar dan Lintang di Laskar Pelangi dulu. Ada juga tokoh Pak Balia yang mengingatkan pada karakternya Bu Muslimah. Ada pula adegan Ikal terpesona saat berada dalam sebuah toko dengan nuansa yang mirip di film Laskar Pelangi. Bedanya dulu yang kelihatan berjatuhan adalah bunga-bunga, kali ini untaian kapuk beterbangan yang terlihat menyerupai hujan salju. Déjà vu. 🙂

Soal naksir-naksiran cewek? Ada juga. Bedanya, kali ini yang jatuh cinta bukan Ikal, tapi Arai dan Jambron. Dengan bermodal puisi dan nyanyian, Arai mengejar cewek cantik bernama Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda), teman sekelasnya yang sepanjang film ini baju seragamnya selalu tampak paling bersih dibandingkan dengan murid lain. Sementara Jambron jatuh cinta dengan Laksmi (Cindy Dwintasari), cewek yang tidak pernah tersenyum sejak ortunya meninggal.

Walaupun beberapa keanehan yang ada dalam film sebelumnya masih terulang kembali, namun secara keseluruhan Sang Pemimpi terlihat digarap lebih baik. Detilnya lebih diperhatikan. Durasi narasi yang dibacakan oleh Lukman Sardi juga diperbanyak sehingga cukup menolong dalam menjelaskan jalan cerita.

Melengkapi sejumlah adegan jenaka yang ada, beberapa adegan mengharukan dalam film ini bisa ditampilkan dengan cukup baik meskipun bukan tentang ‘kepergian’ seseorang seperti dalam film terdahulu.

Sementara itu, kehadiran sejumlah nama dari dunia musik seperti Nugie, Nazril Irham alias Ariel, dan Jay Wijayanto juga memberi warna tersendiri. Permainan mereka cukup mengesankan.

Di sisi lain, film yang tetap diproduseri oleh Mira Lesmana ini terlalu asyik berputar-putar di masa remaja Ikal dan teman-temannya yang sedang bergejolak tanpa memikirkan pembagian durasi untuk bagian selanjutnya. Lagi-lagi mirip yang terjadi di Laskar Pelangi. Akibatnya, begini masuk ke masa Ikal dan Arai berangkat ke pulau Jawa untuk kuliah, semua seperti serba dipercepat. Serba buru-buru. Coba lihat, baru dapat kabar diterima kuliah di UI tapi langsung diwisuda? Sepertinya itu mimpi yang hanya terjadi di film ini… 🙂

[rate 3.0]