Awal Juli lalu, untuk pertama kalinya (akhirnya) saya bisa menyaksikan langsung pertunjukan Jazz Gunung yang telah berlangsung rutin sejak 2009 di kawasan Gunung Bromo, Sukapura, Probolinggo, Jawa Timur. Thanks Apey yang telah mengajak saya, bersama Putu dan Dendy juga. 🙂
Dari Surabaya, kami berempat berangkat sekitar pukul 09.30 pagi dan tiba sekitar pukul 1 siang di Java Banana Bromo, tempat acara berlangsung. Menurut Putu yang tahun lalu juga datang, meskipun tetap berada di lingkungan Java Banana Bromo tapi lokasi Jazz Gunung tahun ini berbeda. Bergeser ke lahan yang lebih luas.
Udara dingin ditambah hujan abu tipis menyambut kedatangan kami. Untunglah kami semua membawa masker karena sebelumnya sudah diingatkan Apey. Sejak beberapa hari sebelum acara berlangsung, Gunung Bromo memang dikabarkan sedang ‘batuk-batuk’. Padahal debu letusannya tahun lalu saja terlihat masih ‘menghiasi’ lingkungan di sekitarnya.
Agak molor dari jadwal semula, acara dimulai sekitar pukul 3 sore yang diawali dengan atraksi Jathilan dan Reog. Kemudian disambung oleh Tim Kesenian Probolinggo dan Kelompok Perkusi Kramat Madura yang menghadirkan alunan musik bernuansa etnik tradisional.
Pertunjukan musik oleh para penampil utama baru dimulai sekitar pukul 5 sore. Tahun ini, yang dihadirkan oleh penyelenggara acara adalah kelompok Kua Etnika, kelompok Tohpati Ethnomission, Trie Utami, Maya Hasan, dan Glenn Fredly. Lebih lanjut mengenai acaranya, silakan baca tulisan saya di Sembarang.com 🙂
Kurang dari jam 9 malam, pertunjukan Jazz Gunung 2011 berakhir sudah dengan tampilnya seluruh penampil di hadapan sekitar 1000 orang penonton yang hadir pad amalam itu. Sebenarnya saya sempat merasa kurang puas ketika mengetahui acaranya sudah selesai. Untuk ukuran konser, jam 9 malam terbilang masih sore. 😀
Tapi, kemudian saya menyadari bahwa kekuatan acara musik tahunan ini sebenarnya justru pada suasananya sebelum malam menjelang tadi. Sudah begitu, kasihan juga para musisinya jika diminta tampil sampai tengah malam. Pasti nanti tampil sambil menggigil menahan hawa dingin yang semakin malam semakin dingin.
Oh ya, untunglah panitia berbaik hati menyediakan tempat tidur untuk kami sehingga tidak perlu harus kembali ke Surabaya malam itu juga. Besoknya, sekitar pukul 9 pagi, kami pun pulang ke Surabaya.
Semoga tahun depan Jazz Gunung semakin menarik, dimulai lebih siang, dan -pastinya- tidak pindah tempat. Yang paling penting, semoga saya bisa datang menontonnya lagi. 😀
tahun depan aku diajak dong? pingin ikut nonton pisan 😀
@ efahmi, tergantung teman yg bisa ditebengi… he he he 😀
Meh mantap nian……semoga tetap ngejazz tahun depan ya…..
Kayaknya asik ya…paduan yang unik, jazz dan gunung, biasanya kan musik yang didengerin pendaki itu country ya…
@ DV, yoih. Apalagi ada unsur etniknya. Semoga saja tdk malah makin “ngepop” 😉
taun depan aku di kasih tau ya mas ben.. aku juga pengen liat 😀
@ sibair, siap! 🙂
The pleasure its mine mas….jangan kapok kedinginan berjamaah ya.. 🙂
Wah wah… kayaknya musik jazz emang pas nya di gunung ya… bikin suasana jadi hangat 🙂
music jazz suasana gunung dingin bisa tak terbayangkan suasana hati kita bravo jazz,…..