Kemarin, rencananya setelah mengikuti sebuah acara di sebuah pusat belanja di kawasan Surabaya Barat, saya bermaksud sekalian hendak membeli CD musik di tempat itu juga. Tapi kemudian saya baru ingat, toko kaset dan CD di mal itu sudah lama tutup. Ah, saya lupa. Saya lantas teringat juga dengan toko kaset dan CD terkenal asal Jakarta yang belum lama ini menutup cabangnya di jalan Polisi Istimewa, Surabaya. Sayang sekali.
Memang cukup menyedihkan ketika melihat perkembangan toko kaset dan CD belakangan ini. Nampaknya fenomena seperti itu tidak hanya terjadi di Surabaya namun juga di kota-kota besar lainnya. Ada yang langsung tutup, ada juga yang mencoba bertahan tapi mengurangi luas ruangan yang digunakan.
Ada apa di balik makin muramnya bisnis retail kaset dan CD? Kenapa satu per satu toko kaset dan CD tumbang begitu saja? Biasanya alasan klise yang terdengar adalah karena masih maraknya pembajakan dan pembeli yang semakin berkurang dari waktu ke waktu. Hanya itu saja alasannya? Bagaimana dengan faktor internal?
Dari dulu hingga sekarang, saya perhatikan kebanyakan toko kaset dan CD yang ada seakan hanya berharap para pecinta musik akan datang begitu untuk membeli kaset atau CD dengan sukarela. Di antara maraknya promosi di sana-sini yang menggiurkan dari gerai retail produk lain, bisa dibilang tidak ada gebrakan promosi yang berarti dari toko retail rekaman musik untuk menarik pembeli berkunjung. Bahkan sebelum tutup pun, tidak terdengar toko kaset dan CD itu bikin promosi semacam cuci gudang atau diskon besar-besaran seperti toko lain pada umumnya.
Daripada makin banyak yang tutup, mungkin sudah saatnya strategi penjualan di toko kaset dan CD harus diperbaiki dengan membuat gebrakan di sana-sini. Terutama dalam rangka untuk menarik pelanggan baru dan menyenangkan pelanggan setia.
Beberapa hal berikut ini bisa dipertimbangkan untuk dilakukan pemilik atau pengelola toko daripada langsung memutuskan tutup sembari menyebut pembajakan dan tidak ada pembeli yang datang sebagai alasan.
- Berpromosilah!
Sangat jarang terlihat ada iklan yang dipasang oleh toko kaset dan CD, baik di media cetak maupun elektronik. Bahkan sekadar informasi lokasi toko pun bisa dibilang tidak pernah terlihat. Bagaimana bisa berharap banyak orang akan datang berduyun-duyun dengan sendirinya? Ingat, pecinta musik yang akan membeli kaset atau CD di toko rata-rata bukan orang sakti. - Berikan bonus!
Waktu zaman SMA, saya suka mengumpulkan poster gratisan. Setiap beli kaset, saya selalu minta poster promosi dari kaset tersebut. Kadang dapat tapi lebih sering tidak dikasih meskipun terlihat banyak gulungan poster di belakang meja kasir. Pelit sekali. Padahal apa susahnya sih memberikan sedikit bonus kepada pembeli? Apalagi itu hanya poster promosi. Dan sepertinya hingga sekarang, masih tidak ada bonus apapun yang disediakan oleh toko kaset dan CD untuk pelanggannya. Entah kenapa. Padahal, jika masih tidak rela berbagi bonus kecil seperti poster, bisa saja menawarkan semacam program pengumpulan poin untuk mendapatkan bonus tertentu yang lebih besar. - Berikan diskon!
Di saat semakin banyak toko dan rumah makan semakin gencar menawarkan diskon besar, rata-rata toko kaset dan CD tetap ‘bertahan teguh’ tanpa diskon sedikitpun. Entah ini sebuah hal yang membanggakan atau menyedihkan. Belakangan memang sebuah jaringan retail kaset dan CD menawarkan program diskon tapi ternyata hanya terbatas untuk beberapa judul CD musik saja. Itupun ada syarat dan ketentuan tertentu. Daripada langsung tutup, kenapa tidak mencoba menawarkan diskon khusus di waktu-waktu tertentu untuk menarik minat pembeli? Pembeli kaset dan CD musik juga manusia biasa, butuh diskon. - Ubah konsep!
Selama ini rata-rata interior gerai retail kaset dan CD sama semua. Begitu masuk, yang langsung terlihat adalah rak-rak berisi tumpukan kaset dan CD. Kaku dan membosankan. Orang datang ke toko kaset dan CD pun biasanya sudah punya tujuan khusus, meskipun mungkin hanya sekadar melihat apakah album baru dari grup favoritnya sudah ada atau belum. Belakangan, ketika ada jaringan gerai ayam goreng terkenal ikut menjajakan CD juga, ternyata terbilang sukses. Nah, daripada besok-besok semakin banyak restoran yang berubah menjadi tempat jualan album musik juga, kenapa tidak pemilik toko kaset dan CD yang sudah ada saja yang mengubah konsep toko mereka menjadi lebih menyenangkan? Misalnya, mengubah total interior toko menjadi lebih asyik dan tidak kaku. Bisa juga melengkapinya dengan tempat duduk dan sekalian membuat pengunjung bisa memesan minuman dan makanan ringan agar bisa sekalian jadi tempat ngumpul. Apalagi jika sering mengundang penyanyi untuk bagi-bagi tanda tangan kepada pembeli albumnya di toko itu. - Ikuti perkembangan teknologi!
Daripada hanya menyalahkan kehadiran format digital seperti MP3 sebagai penyebab makin jarangnya pembeli yang datang, kenapa toko kaset dan CD itu tidak coba menawarkan lagu dalam format digital juga? Bisa juga sekalian berjualan ring tone untuk ponsel. Cobalah bernegosiasi lagi dengan perusahaan rekaman untuk bentuk kerja sama yang terbaik. Siapa tahu bisa memunculkan inovasi baru dalam berjualan lagu berformat digital sehingga calon pembeli punya alasan baru untuk datang.
Sebenarnya masih banyak ide-ide lain. Tapi inti dari beberapa hal yang saya tawarkan di atas sebenarnya singkat saja. Cobalah melihat dari sisi pelanggan toko kaset dan CD. Mereka juga manusia biasa. Bukan begitu?
Tulisan ini dimuat pertama kali di Yahoo Indonesia OMG pada 19 Juli 2010
Saya juga pernah berfikir seperti itu … kenapa yah toko kaset kok kalah sama tukang pulsa di pinggir jalan … menyediakan pengisian lagu coba gerak cepat dan berpromosi (dengan menggundang artisnya) di toko, maka toko cd dan kaset di indonesia engga cepat tutup. Di amerika masih berjalan karena kerja sama dengan artisnya yg datang berpromosi
Kaset di gantikan compact disc karena harga player compact disc sudah terjangkau, CD digantikan oleh media penyimpanan yang lebih awet, bisa di isi ulang kayak air mineral. Begitulah teknologi yang canggih membunuh yang usang. 😀