Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang “apek” (sebutan untuk lelaki tua keturunan Tionghoa) berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si Apek kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek … apek”, maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek atau pempek.
Itulah sekilas sejarah pempek yang dimasukkan Prof.Dr. Made Astawan dalam artikelnya yang dimuat KOMPAS.
Masih dari artikel yang sama, ternyata kandungan gizi pempek tinggi juga lho… Antara lain, ada protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Apalagi pempek jenis kapal selam. Kadar protein, lemak, dan vitamin A lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya karena adanya penambahan telur di dalamnya. 😯
Ternyata juga masih ada ‘kesaktian’ pempek yang lain. Menurut penelitian Dr drg Safrida Hoesin dalam disertasi doktornya yang berjudul “Kejadian karies dan fluorosis pada anak usia 12 tahun di Palembang, Sumatera Selatan (Suatu kajian epidemiologik dan laboratorik pada kelompok karies ringan dengan kebiasaan mengkonsumsi kuah asam manis)” dan diberitakan di KOMPAS, kuah pempek yang berasa asam manis itu dapat melindungi gigi dari karies (kerusakan lapisan email dan dentin). Kenapa bisa begitu? Karena dalam satu liter larutan kuah pempek biasanya terdapat 9-13 ppm fluor. Padahal fluor dalam air minum dengan dosis optimal yaitu satu ppm telah diakui dapat menghambat terjadinya karies. Ck ck ck… 😯 Habis ini, kalo makan pempek mesti minta kuah yang banyak… 😀
Mas, pesan pempek satu ya… Gorengnya yang agak garing!
BOONG!
ah masak??