Sayangkah Kita terhadap Candi Borobudur?

Beberapa hari belakangan ini, Kompas secara berturut-turut memberitakan seputar usaha Pemerintah Indonesia untuk membatalkan lelang sebuah arca Buddha oleh Balai Lelang Christie New York. Arca atau patung itu diduga merupakan salah satu patung Buddha yang hilang dari Candi Borobudur beberapa tahun yang lalu, meskipun diragukan keasliannya oleh sejumlah pemahat di Magelang, Jawa Tengah.

Terlepas dari urusan asli atau palsu, tindakan pemerintah yang begitu serius mendapatkan kembali patung tersebut sebagai bagian dari usaha menjaga cagar budaya bersejarah seperti Candi Borobudur, memang seharusnya patut mendapat penghargaan. Namun begitu, menjaga cagar budaya bersejarah tentunya tidak hanya sekedar mendapatkan kembali patung-patung yang hilang bukan? 😉

Bukannya tidak menghargai usaha itu, tetapi sebenarnya gw agak heran bagaimana rencana pelelangan itu mendapat protes keras dari pejabat terkait dari Indonesia sementara perlindungan cagar budaya di negeri ini terkesan masih memprihatinkan. Khusus menyangkut Candi Borobudur, selama ini pihak pengelola bahkan cenderung menambah resiko kerusakan candi yang sudah dinyatakan sebagai salah satu world heritage oleh UNESCO sejak 1991 itu.

Lihat saja. Selama ini pihak pengelola membiarkan pelanggaran terhadap berbagai aturan yang ada di Candi Borobudur, seperti menaiki stupa, (tindakan bodoh) merogoh ke dalam stupa tertentu (bahkan dilakukan oleh para finalis Putri Asean yang katanya cantik dan pintar), dan sebagainya. Selain itu, kemunculan berbagai rencana pembangunan proyek-proyek ‘aneh’ dan tidak penting seperti Jagad Jawa (yang untungnya ditolak oleh masyarakat) dan Museum Kapal di komplek Candi Borobodur makin menunjukkan betapa memprihatinkan pengelolaan cagar budaya di negeri ini. 😥

Apalagi bisa dibilang proyek-proyek tersebut sama sekali tidak ada hubungan sejarah dengan Candi Borobudur. Memenuhi lingkungan candi dengan penerapan ide-ide kurang cerdas seperti itu justru akan mengurangi nilai sejarah candi di samping menambah resiko kerusakan akibat pembangunan bangunan lain di daerah dekat candi yang pondasinya beberapa kali mengalami penurunan (mblesek) itu.

Menambah daya tarik? Ah, itu hanya alasan pembenaran saja dari si pemilik proyek! 😛 Bukankah Candi Borobudur itu adalah aset cagar budaya bersejarah yang perlu dilestarikan dan dijaga, yang bukan pusat rekreasi yang harus selalu diperhatikan daya tariknya biar ramai dan mendatangkan duit?!

Belum lagi ditambah begitu mudahnya penguasa setempat mengeluarkan ijin penggunaan lokasi di sekitar candi untuk kegiatan-kegiatan komersil yang sekedar menumpang kepopuleran Borobudur. Sebut saja seperti penambangan marmer, peluncuran seri terbaru dari sebuah merek mobil mewah, hingga rencana konser pada 23 April 2005 di zona dua dari Candi Borobudur.

Yang menggelikan adalah alasan yang diusung untuk pertunjukan berlabel “Borobudur Live in Concert 2005” itu: “membentuk “trend image” bagi perkembangan Pariwisata di Indonesia, khususnya Candi Borobudur.” 😯 Please deh, apa gak ada alasan lain yang lebih bermutu? Siapa sih yang gak kenal Borobudur? Borobudur sudah dikenal dunia!

Kalaupun memang ada yang masih tidak tahu soal Borobudur, sebenarnya gak masalah. Toh, sekali lagi, bukankah Candi Borobudur itu adalah aset cagar budaya bersejarah yang perlu dilestarikan dan dijaga, yang bukan pusat rekreasi yang harus selalu diperhatikan daya tariknya biar ramai dan mendatangkan duit?! Apalagi sebenarnya Candi Borobudur itu pada dasarnya merupakan sebuah simbol keagamaan yang seharusnya dihormati oleh orang-orang beradab, bukan monumen biasa apalagi lokasi untuk konser! ❗

Gw memang bukan pakar yang bisa menjelaskan secara detil efek kerusakan yang bisa ditimbulkan dari adanya acara-acara seperti itu. Tetapi apakah sudah dipikirkan efek samping dari pagelaran acara semacam konser yang berkekuatan sistem suara hingga 150.000 watt itu terhadap Candi Borobudur? Tegakah kita mengambil resiko yang dapat mempercepat keruntuhan Candi Borobudur hanya karena ulah sekelompok orang yang mengutamakan nilai komersialisme? Tidak mampukah kita menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu menjaga cagar budaya terbesar dengan sebaik-baiknya?

Sebenarnya, sayangkah kita terhadap Candi Borobudur? 🙄

Mari kita tunjukkan rasa sayang kita terhadap Candi Borobudur dan cagar budaya lainnya dengan mentaati aturan di lokasi dan tidak menjadikannya sebagai barang dagangan atau terlalu dikomersilkan untuk mengejar keuntungan materi semata.

Kecuali jika kita sudah tidak sayang dan semata-mata hanya memperlakukan Candi Borobudur sebagai ‘barang dagangan’, maka relakanlah dan jangan ngamuk-ngamuk atau berteriak sok nasionalis (terutama mereka yang merasa kehilangan ‘barang dagangan’) seandainya suatu saat UNESCO memutus kontrak atau muncul pinangan dari pihak atau negara lain yang mampu menjaga dan jauh lebih menyayanginya!