Ketika Suporter Sepakbola Masih Bermasalah

artikel bonek

Terjadinya aksi beringas yang dilakukan suporter sepakbola di Surabaya kemarin sore sungguh memprihatinkan. Lewat tayangan di tv, terlihat para suporter dengan entengnya memecahkan kaca-kaca mobil yang diparkir di depan Stadion Tambaksari. Bahkan sejumlah mobil dibakar. Brutal! ๐Ÿ˜ก

Tidak hanya itu. Saat gw mendengarkan Radio Suara Surabaya, ada pengendara mobil yang melaporkan kalau kaca mobilnya dipecahkan oleh rombongan suporter yang melintas di jalan raya. Doh! ๐Ÿ˜

Tiba-tiba gw jadi teringat dengan wawancara gw sekitar 10 tahun silam dengan sosiolog Hotman Siahaan mengenai aksi brutal suporter sepakbola. Kebetulan pada saat itu, gw juga sempat menemukan seorang suporter untuk diwawancara. Berdasarkan arsip gw, hasil wawancara tersebut dimuat di majalah Hai edisi 42/XX/22 Oktober 1996 menjadi dua artikel.

Melihat tahun wawancara dan pemuatannya memang sudah lama namun gw rasa ada sejumlah pendapat dari Hotman yang masih menarik untuk disimak kembali.

Dalam wawancara itu, Hotman mengatakan bahwa dalam situasi bergerombol, orang bisa melakukan apa saja karena itulah karakteristik massa. “Pada dasarnya setiap kerumunan punya kemungkinan menimbulkan kerusuhan, bukan hanya sepakbola,” kata Hotman.

Saran supaya suporter diseleksi, menurutnya sama saja. Hal itu tidak menyelesaikan masalah. Pasalnya ketika orang-orang yang terseleksi itu berkumpul, karakteristik massanya tetap ada meskipun mungkin dengan gradasi yang lebih rendah.

Jadi, solusinya? “Kalau menurut saya, bubarkan saja sepakbola, nggak bermutu kok. Tapi nanti dikira sentimen dengan sepakbola. Ya nggak sentimen, tapi harus ada perubahan dalam berpikir soal itu. Jujur saja, saya nggak pernah bisa memberikan solusi terbaik buat persoalan ini,” ujar Hotman ketika itu.

Hmm… Meskipun terbaca sebagai solusi yang menjanjikan tetapi membubarkan liga sepakbola di tanah air mungkin agak sulit diterima oleh banyak orang.

Kalo menurut gw sih yang sementara ini bisa dilakukan oleh pihak terkait adalah lebih tegas dalam menindak secara hukum pelaku aksi brutal semacam itu. Jangan sampai terkesan ada semacam pembiaran hanya karena jumlah suporter yang sangat banyak. Di samping itu, sanksi dari PSSI terhadap tim yang suporternya membuat keonaran harus lebih berat. Jika para suporter tetap saja bermasalah, mungkin sudah saatnya usul peniadaan liga sepakbola di Indonesia dipikirkan dengan serius. Apalagi mengingat ini persoalan lama yang hingga kini nampaknya belum ada penyelesaiannya hingga sekarang.

Atau ada yang punya solusi yang lebih jitu untuk mengatasi kebrutalan suporter sepakbola di Indonesia? ๐Ÿ™„