DTK: Deja vu Tidak Komplit

[rate 3.0]

Sabtu malam kemarin (9/9), kebetulan gw sempat menyaksikan sinetron baru di RCTI berjudul DTK “Dunia Tanpa Koma”, yang digembar-gemborkan sebagai sebuah sinetron yang menjanjikan. Dilihat dari pendukungnya memang cukup menjanjikan. Mulai dari artis pendukungnya sampai penulis skenarionya, semuanya memang nama-nama kondang. Lihat saja yang sudah tampil dalam episode pertama kemarin itu, ada Dian Sastro, Fauzi Baadila, Tora Sudiro, Surya Saputra, Didi Petet, Slamet Rahardjo, Wulan Guritno, Indra Birowo, Cut Mini, dan Donny Damara. Itu masih ditambah dengan sederet nama terkenal lain macam Leila S. Chudori (penulis skenario), Leo Sutanto (produser), dan Maruli Ara (sutradara). Kurang? 😉

Ya, kurang Nicholas Saputra, Rachel Maryam, dan Aida Nurmala! Kenapa? Biar lengkap rasa deja vu saat menonton DTK. Deja vu karena serasa sedang menyaksikan reuni Ada Apa dengan Cinta (AADC) dan Arisan! Apalagi beberapa adegan yang muncul cukup kental rasa deja vu-nya. Lihat saja penampilan Tora Sudiro dan Cut Mini di sini yang masih tidak jauh berbeda ketika mereka memerankan Sakti dan Meimei di Arisan! the series.

Simak juga adegan ketika Bramantyo (Fauzi Baadila) mengajak Raya (Dian Sastro) ke Redbar dalam rangka memburu narasumber. Di sana ada PAS Band. Adegan ini bikin teringat dengan adegan di AADC saat Rangga mengajak Cinta berburu buku di daerah Kwitang yang di ujung adegan ada penampilan grup musik yang sama. Selanjutnya, masih berkaitan dengan AADC, ketika Bram mengantar pulang Cinta eh Raya hingga ke halaman rumah juga suasana dan percakapannya sedikit mirip dengan adegan Rangga mengantar Cinta pulang dari kafe. Kalo sudah begini, gimana gak merasa deja vu? 🙄

Di luar urusan deja vu, sebenarnya cerita dan latar belakang yang dipakai tergolong menarik meskipun di beberapa bagiannya terkesan kurang realistis. Cerita soal seorang cewek lulusan New York University bernama Raya yang harus menghadapi berbagai hal baru berkaitan dengan posisinya sebagai wartawan baru di majalah Target. Bagi yang tertarik dengan dunia jurnalistik mungkin bakal senang menonton sinetron ini karena sejak awal sudah disuguhi cara kerja wartawan dengan cukup detil. Ada gambaran soal bos yang marah-marah karena kerjaan redaksi kurang beres, ada suasana rapat redaksi, ada wartawan lama yang sirik dengan kehadiran wartawan baru, dan sebagainya. Semua terlihat cukup alami, kecuali satu. Apa itu? Penerangan! Masak sih ruangan redaksi majalah yang berkantor di sebuah gedung cukup mewah suasananya remang-remang, seperti tidak punya penerangan yang cukup? 🙄

Ya, masalah tata lampu sudah menjadi gangguan tersendiri sejak menit-menit pertama. Dari awal kita sudah disuguhi semacam teori bahwa suasana dalam ruangan selalu harus rada gelap atau remang-remang, tidak peduli itu adalah ruangan yang digunakan oleh aktor yang berpesta sabu-sabu atau ruang redaksi. Kalaupun ada sinar yang menerangi, warnanya tergolong tidak alami dan rada kontras. Seandainya penataan lampunya bisa menghasilkan suasana sealami Arisan! the series… Seandainya juga kualitas gambarnya bisa sebaik Arisan! the series

Print Friendly, PDF & Email