Bebaskan Prita Mulyasari!: Masak hanya karena mengeluh via surat elektronik soal layanan kurang baik dari sebuah rumah sakit, seorang ibu rumah tangga justru malah digugat oleh pihak rumah sakit tersebut dan bahkan harus langsung ditahan? Jangan biarkan hal yang tidak lucu itu terus berlanjut di negeri kita ini. Mari dukung Prita Mulyasari untuk mendapatkan kebebasan dan keadilan sebagai pihak konsumen yang dirugikan!
Kasus Prita Mulyasari, menodai semangat kebebasan berpendapat di muka umum, dan kembali di BUNGKAM!!!
Kasus Prita Mulyasari, menodai semangat kebebasan berpendapat di muka umum, dan kembali di BUNGKAM!!!
Lawan aksi pengkebirian kebebasan berpendapat!!!!
salam,
Bakudara!!!
kami ikut dukung mbak prita
Saya ikut memberikan dukungan…
SOLIDARITAS UNTUK PRITA MULYASARI
SOLIDARITAS UNTUK INDONESIA SEHAT
Maka
“BOIKOT RUMAH SAKIT OMNI”
Solodaritas yang dapat kami tawarkan adalah: “mengajak kepada segenap warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang sedang tinggal di Indonesia untuk melakukan tindakan boikot, dengan jalan tidak mempercayakan masalah kesehatan kita kepada Rumah Sakit Omni International, Jakarta. Sampai pada batas waktu selesainya perkara hukum yang dialami Ibu Prita Mulyasari”. Ini baru adil bagi pihak rumah sakit, pihak Ibu Prita Mulayari, dan Pihak Masyarakat penerima layanan kesehatan”.
Kasus yang menimpa Ibu Prita Mulyasari adalah sebuah kasus yang dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es. Yakni sebuah fenomena yang dipermukaan terlihat sedikit secara kuantitas namun pada realitas dimasyarakat adalah jauh lebih besar. Dimana pada dunia industri medis, nyaris menjadi tak terkontrol. Padahal dunia medis adalah sebuah kumpulan profesi yang memiliki ranah bobot kemanusiaan lebih tinggi dibanding dengan kepentingan bisnis, namun di Indonesia sudah menjadi hal yang maklum bahwa bisnis medis adalah sebuah bisnis yang sangat profitable. Bebas krisis ekonomi dan bebas krisis politik. Dalam kondisi apapun bahwa bisnis medis tak bakalan bangkrut, hal inilah yang menjadikan profesi medis menjadi idola di Masyarakat. Bagi penyandang profesinya, tidak memiliki kekhawatiran akan kegagalan profesi bahkan kegagalan bisnis.
Salah satu alasan mengapa orang memilih profesi medis, adalah bahwa dalam keadaan apapun, dan berada pada komunitas apapun, keberadaan pelayan medis akan tetap diperlukan.
Sifat kehawatiran manusia adalah sesuatu yang manusiawi, sehingga manusia akan bersikap prudence (hati-hati) menjalankan berbagai aktifitasnya. Karena aktifitas manusia adalah senantiasa berkorelasi dengan kehidupan dan kepentingan manusia lainnya, baik langsung maupun tidak. Tak aneh bila persoalan Mal-praktek kedokteran menjadi masalah yang siring muncul. Dan jelas siapa yang dirugikan dari sikap kekurang hati-hatian profesi medis.
Uniknya bahwa sampai hari ini tak ada penyandang profesi medis yang mendapat ganjaran hukuman. Hal ini adalah suatu fakta yang amat tidak masuk akal. Ditengah-tengah sikap rendah ketidak hati-hatian (less-prudence) tapi nyaris tak pernah mengalami kesalahan. Ini merupakan kejanggalan alam terbesar di jagad raya ini.
Semakin kurang berhati-hati berlalulintas di jalan raya maka resiko terjadi kecelakaan semakin besar, namun tidak terjadi di dunia medis.Bahkan ketidak hati-hatian dokter pemberi layanan medis berakibat makin buruknya kesehatan pasien, bahkan jika pasien macam-macam segalanya bisa disiasati sampai pada akhirnya pasien korban mal praktek menjadi pelaku criminal.
Tak banyak yang menyadari betapa kuatnya dunia profesi medis. Ibarat kuatnya sebuah rezim yang otoriter dan fasis. Dalam bahasa jawa timuran dikatakan “kalah menang nyirik” (kalah – menang, beruntung-namun beruntungnya dg curang. Nyirik – sulit menemukan terjemahan yang pas). Sudah saatnya “REZIM” Medis perlu mendapatkan control social yang memadai, bahkan sampai pada ranah delik pidana.
Undang-undang kesehatan pun, sebenarnya masih jauh dari unsur memenuhi rasa kadilan masyarakat. Diamana bila terjadi keluhan pada pasien atas dugaan mal praktek hendaknya diselesaikan pada dewan kehormatan profesi. Ini artinya penyelesaian perselisihan anatara dokter pasien hendaknya diselesaikan oleh kalangan pihak medis, apakah ini dapat memenuhi rasa keadilan. Seharusnya hal ini dapat dilakukan dasar pro justisia. Dan penyelesaiannya harus masuk pada ranah hukum. Hal ini dapat menggambarkan bahwa betapa kuatnya Rezim Medis di Indonesia. Belum lagi mahalnya obat-obatan, yang nota bene, obat diproduksi secara masal, keunikan produksi masal adalah nilai jual hasil produksinya dapat ditekan serendah mungkin. Maka logikanya pasien sebagai konsumen produk medis berupa obat-obatan akan menikmati harga rendah. Lagi-lagi hukum logika pasar bebas (supply-demand) nggak mampu menggoyahkan arogansi Rezim Medis.
Sudah mafhum dimasyarakat kita bahwa, terdapat kecemasan apakah biaya medis yang dikeluarkan akan sebanding dengan layanan kesehatan yang diterima. Puas-nggak puas – suka nggak suka, pasien harus menerimanya. Karena tidak memiliki alternative lainnya, kecuali layanan pengobatan alternative. Seolah kita mengalami regresi social jauh mendur kebelakang sampai pada tahun tujuh puluhan. Saya masih ingat bahwa untuk memasyarakatkan layanan medis, di kampong-kampung dahulu, selalu dilakukan penyuluhan penyuluhan di desa-desa agar menjauhi para dukun dan berobat ke puskesmas. Namun apa lacur, fenomena dukun cilik Ponari adalah suatu keniscayaan yang tak dapat dihindari sebagai sikap protes terhadap rezim medis kita.
Sudah saatnya rezim medis berbenah diri kembali pada profesi kemanusiaan dengan menjunjung tinggi aspek kemanusiaan (sense of humanity) dari pada mendahulukan profitable belaka. Kalau nggak mau berbenah diri ya harus rame-rame kita benahi.
Melalui kasus Ibu Prita ini hendaknya kita bersyukur bahwa kini kita dapat membuka pikiran kita untuk makin peduli pada layanan public di negeri ini. Dengan memberikan tekanan kepada rezim medis agar khususnya juga pihak rumah sakit Omni International agar tidak bersikap arogan dan kembali menonjolkan sisi kemanusiaannya. Karena rezim medis ini adalah bentuk lembaga layanan kemanusiaan. Maaf, inilah salah satu dampak system ekonomi neo liberalisme, lembaga kemanusiaampum dibisnis oriented-kan pula. Apa askeskin dapat juga dilayani di Omni ini ya…..?
Kembali ke masalah Ibu Prita, saya mengajak kepada segenap warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing yang tinggal di Indonesia dan masih memiliki hati nurani, ayo kita sadarkan pihak rezim medis ini dengan cara melakukan BOIKOT. Yakni melakukan tindakan untuk tidak berobat ke Rumah Sakit omni international dalam waktu sama sebagaimana Ibu Prita menerima hukuman penjara. Kalau perlu selama enam tahun sebagaimana tuntutan yang diterima ibu Prita.
INI BARU ADIL. Keadilan versi masyarakat. Jangan sampai terjadi kesewenang-wenangan lagi dari pihak yang merasa lebih kuat/powerful kepada yang lemah, tidak hanya lemah secara financial aja lho menilainya.
Rezim medis menurut saya masih memiliki power cukup kuat untuk melindungi kepentingan, dan keuntungan profesinya dari tindak keteledorannya dalam menjalankan profesinya. Dan hal ini pun mereka mampu mempengaruhi undang-undang medis yang di buat DPR, bahwa sangsi hukumnya pun masih sangat lemah, lain kali kita akan mendiskusikannya.
Pada saat ini kita hendaknya secara bersama-sama untuk peduli dan tidak melakukan hubungan dengan pihak rumah sakit, Satu kata BOIKOT rumah sakit omni. Dan perhatikan apa yang terjadi.
ANTOK AFIANTO , pasuruan jawa timur.
KPK!, tolong selidiki ada apa dengan Jaksa yang tangani kasus Prita Mulyasari, jangan2 ada kongkalikong dengan RS Omni Internasional!
Free Prita Now!
Free Prita Now!
Free Prita Now!
Rumah sakit sekarang sudah seperti perseroan terbatas!
ini kasus di Indonesia atau Korea Utara sih , kok tulis e – mail saja bisa masuk penjara?
Kepada Direksi dan Kuasa Hukum RS OMNI International, saya berharap setelah pemanggilan anda ke DPR RI, anda menjadi orang-orang yang lebih bijaksana dan sadar bahwa bukan jaman lagi kekuatan uang dan koneksi serta kolusi dari Kuasa Hukum dengan Jaksa Penuntut Umum telah menjadi MUSIBAH bagi kalian semua, segera bertaubat sebelum azab dari Tuhan Yang Maha Esa datang kepada anda.
Saya berharap dalam waktu dekat ini umah Sakit OMNI sudah harus ditutup saja,cukup Ibu Prita saja korbannya dan tidak perlu ada lagi.
Seandainya RS.OMNI masih saja diberikan izin usaha,pejabat terkait yang memberikan izin perlu dipertanyakan dan perlu dindak lanjut dari KPK untuk memeriksa menagement RS.OMNI serta para jaksa penuntut yang terlibat. Apa karena mendapatkan fasilitas gratis dari RS.OMNI para jaksa/aparat terkait sampai tega menjual harga dirinya? wallahualam…….
Kabarnya pihak kejaksaan Tangeran menerima imbalan dari RS Omni berupa check up dan pap smear gratis bagi karyawan kejaksaan tangerang, wowww!!! itu yang diterima karyawan, belum atasan2nya ya…, segampang itukah pihak kejaksaan akhirnya menjebloskan bu Prita kedalam sel, Jaksa penuntut umum juga seorang Ibu yang rupanya TIDAK MEMILIKI HATI !!! semoga Allah membalas perbuatan orang2 yang mendzolimi Bu prita
Kejagung jangan diam saja dong pak Hendarman!! anda sudah melakukan diskriminasi karena anak buah anda yang terlibat kejahatan (Kemas yahya dan jaksa ester dan dara), malagh anda lindungi dan anda biarkan bebas!!
Patut dicurigai!!!
kasus Prita mestinya dihadapi tanpa emosi. Lho kok prita bukannya bersyukur ternyata trombositnya bkn 27 ribu.. malah memaki dokter dgn kata2 kebun binatang.. memangnya situ Tuhan? orang aja bisa salah apalagi mesin laboratorium.Prita akhirnya menerima ganjarannya yah .. mungkin sadah diatur sama SANG pencipta.. krn prita tak bersyukur kepada Allah dan tak berterimakasih kepada orang yang sudah menolong dan merawatnya…kini prita sdh sadar dan mngganti tanktopnya dgn jilbab …Kini OMNI gilirannya krn tidak sabar dalam menerima cobaan sampai harus menuntut pidana segala..Kasus ini dibesar2kan wartawan krn wartawan ingin UU ITE dihapus sehingga bebas menulis apapun termasuk fitnah.. yang bodoh itu ya capres pake terpancing..dan tidak bijaksana dalam merespon kasus yang ada di rakyatnya..malah jadi berantem rakyatnya.. dan sang wartawan di durna..
harus ada bukti rekam medis secara elektronik agar bisa membuktikan kebenarannya
Salam kenal
Oupie Ahmad
MATINYA KEBEBASAN BERPENDAPAT
Biarkanlah ada tawa, kegirangan, berbagi duka, tangis, kecemasan dan kesenangan… sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup udara dan menemukan jati dirinya…
itulah kata-kata indah buat RS OMNI Internasional Alam Sutera sebelum menjerat Prita dengan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
………………………………………………………………………………………….
Bila kita berkaca lagi kebelakang, sebenarnya pasal 310 KUHP adalah pasal warisan kolonial Belanda. Dengan membungkam seluruh seguruh teriakan, sang rezim penguasa menghajar kalangan yang menyatakan pendapat. Dengan kejam penguasa kolonial merampok kebebasan. tuduhan sengaja menyerang kehormatan, nama baik, kredibilitas menjadi ancaman, sehingga menimbulkan ketakutan kebebasan berpendapat.
Menjaga nama baik ,reputasi, integritas merupakan suatu keharusan, tapi alangkah lebih bijaksana bila pihak-pihak yang merasa terganggu lebih memperhatikan hak-hak orang lain dalam menyatakan pendapat.
Dalam kasus Prita Mulyasari, Rumah sakit Omni Internasional berperan sebagai pelayan kepentingan umum. Ketika pasien datang mengeluhjan pelayanan buruk pihak rumah sakit, tidak selayaknya segala kritikan yang ada dibungkam dan dibawah keranah hukum.
Kasus Prita Mulyasari adalah presiden buruk dalam pembunuhan kebebasan menyatakan pendapat.
Mungkin masih banyak warga Indonesia yang terkena kasus seperti ini, hanya karena oknum yang merasa punya kuasa, punya harta, harga diri yang tinggi dan terhormat, mengadukan ke penegak hukum sebagai pencemaran nama baik, penghinaan melalui tulisan…. salah satunya sdr. Melani Butarbutar, penulis warga di HOKI, terdakwa yg dituntut 7 bulan penjara hanya karena menulis kronologis suatu peristiwa dan menyampaikan opini kritikan kepada anggota DPRD Samosir, kendatipun sudah berkalikali minta maaf dan kejadiannya sudah berlangsung lama, masih tetap dituntut untuk dipenjara… bagaimana itu akankah menjadi Pritanya Samosir? Tolonglah….