Meliput kedatangan dan pertandingan tim sepak bola PSV Eindhoven di Surabaya, Jawa Timur pada awal Januari 1996 lalu menjadi salah satu pengalaman yang sangat berkesan dalam perjalanan saya sebagai koresponden majalah Hai.
Pada saat itu, Mas Ronny, redaksi Hai di Jakarta, meminta saya tidak hanya sekadar meliput saat klub sepak bola asal Belanda itu bertanding melawan Persebaya saja, tetapi juga aktivitas mereka di luar lapangan selama berada di Surabaya.
Untuk meliput pertandingannya, yang diadakan di Stadiun Tambaksari, tidak ada masalah. Karena saya mendapat surat tugas resmi yang ditandatangani oleh Pemimpin Redaksi Hai Mas Iwan, yang harus diserahkan kepada panitia penyelenggara pertandingan. Sayang saya lupa mendokumentasikan surat itu untuk kenang-kenangan. 🤦😔
Sedangkan untuk merekam kegiatan mereka sebelum pertandingan, ini yang menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, saya tidak mendapat akses resmi sebagai jurnalis untuk menempel mereka ke mana-mana dengan leluasa atau sekadar kesempatan untuk wawancara khusus.
Tugas ini menjadi lebih menantang karena sesungguhnya saya bukanlah penggemar sepak bola. He he he. Namun, demi tugas dan pengalaman baru, saya melakoninya dengan penuh semangat dan siasat.
Siasat? Iya. Untuk mendapatkan kutipan komentar dari beberapa anggota PSV, saya harus berlagak seperti seorang penggemar berat. Penggemar yang rela bolak-balik nongkrong di lobi hotel sampai berjam-jam hanya untuk mendapat kesempatan ngobrol sepatah dua patah kata tidak resmi dengan para bintang.
Hasilnya, saya berhasil ngobrol singkat dengan beberapa pemain, seperti kapten tim Arthur J. Numan, Geoffrey T. Prommayon, dan sang pelatih Dick Advocaat. Sementara Ronaldo tidak mau diajak ngobrol sedikit pun.
Syukurlah, hasil liputan beserta foto-foto saya tentang kedatangan PSV Eindhoven di Surabaya itu akhirnya berwujud menjadi empat halaman cetak di majalah Hai sekitar seminggu kemudian.
Oh ya, tulisan ini saya pasang juga di akun Instagram saya: sembarang.