Daily Life

Pameran Foto dan Penyerahan Medali SFI XXV, Akhirnya…

Sabtu sore (26/2) di “foto-foto”, daerah Ngagel Jaya Selatan. Tiba-tiba David muncul.
“Ben, besok ke Petra?”
“Hah, ada apa?”
“Pameran dan penyerahan medali. Lho, kamu gak terima undangan?”
“Enggak…”

*gedubrak* ๐Ÿ˜ฏ

Duh, gimana sih panitia Salon Foto Indonesia (SFI) XXV – 2004? Mau bikin acara pameran dan penyerahan medali kepada para pemenang tapi urusan undangan bisa gak beres gitu ya? ๐Ÿ™„ Apalagi sudah molor dari jadual pameran semula yang November itu, baru sekarang terlaksana pamerannya. Padahal penjuriannya sendiri telah berlangsung Agustus 2004 lalu. Lama ya… ๐Ÿ˜›

Piagam SFIMinggu besoknya gw langsung ke Universitas Kristen Petra yang ada di daerah Siwalankerto, Surabaya itu. Pertama gw pikir acaranya dibikin di gedung lama, eh ternyata dibikin di Gedung P. Di sana udah ada teman-teman gw sesama fotografer juga seperti Kristupa, Hubert, David, dan Indarto.

Setelah menunggu sekitar satu jam dari jadual semula, akhirnya dimulai juga acaranya. Penyerahan medali dan piagam kepada para pemenang baru dilakukan setelah melewati tari pembukaan dan beberapa sambutan. Meskipun udah tahu keluar sebagai pemenang medali perak untuk kategori Cetak Warna, tetapi tetap aja gw agak nervous:mrgreen: Pas piagam diserahkan dan medali perak dikalungkan ke gw, yang ada gw agak gugup. Gak biasa sih… :mrgreen: Sebelum ini, gw udah dua kali menang lomba foto tapi gak ada acara penyerahan medali dan piagam kayak begini… ๐Ÿ˜ณ

Sayangnya, untuk acara semacam itu hanya diadakan atrium yang terbuka dan tanpa pendingin ruangan. Bukannya diadakan di tempat yang lebih pantas untuk acara sekelas SFI. Sayangnya juga, foto gw pas penyerahan hadiah itu masih di kameranya Kristupa dan blon dikirim-kirim ke gw. Gak bisa gw pasang di sini. Ihiks… ๐Ÿ˜ฅ

Sayangnya lagi, pameran foto yang menampilkan ratusan karya foto dari para peserta terpilih juga hanya diberi area yang agak sempit. Jarak antar foto-foto yang dipamerkan terlalu berdekatan sehingga mengurangi konsentrasi dalam menikmati karya-karya foto bernilai seni itu. ๐Ÿ™ Gak jelas apakah memang hanya dikasih jatah area sekecil itu atau memang panitianya yang hanya sekedar asal bikin pameran foto aja… ๐Ÿ™„

Yang jelas, pameran foto itu akan berlangsung hingga 5 Maret besok. Yang mau liat, buruan!

Update:
Gw baru menemukan undangannya di kotak pos beberapa hari setelah acaranya berlangsung. Undangannya pun hanya berupa selembar kertas yang dilipat 4. Model undangan yang sangat tidak berkelas untuk acara nasional sekelas SFI, menurut gw.

Kangen D70!

Semalam pas nonton konsernya Marcell, Shanty, dan Project Pop (thanks Lucky!) di Imperial Ballroom Pakuwon, Surabaya, gw terpaksa hanya menenteng Nikon FM2… ๐Ÿ™ Padahal belakangan ini gw sudah terbiasa dengan Nikon D70, apalagi ketika memotret acara konser. ๐Ÿ˜ˆ

Lho, mana D70-nya? Ihiks, Nikon D70 gw masih di Jakarta. Udah dari awal bulan Februari kemarin dikirim ke Jakarta untuk diservis (oleh toko tempat gw beli di Surabaya), tetapi sampai sekarang belum ada kabar. ๐Ÿ˜ก Katanya sih lagi ada antrian… ๐Ÿ™

Kembali menggunakan FM2 untuk memotret acara konser seperti itu bikin gw jadi rada kagok. Karena terbiasa dengan D70 yang serba otomatis, beberapa kali gw lupa mengokang ๐Ÿ˜ณ

Selain itu, gw jadi gak bisa sembarang main jepret kayak biasanya. Filmnya ‘kan gak murah. Kudu hemat ๐Ÿ™ Belum lagi jangkuan lensa jadi terbatas. Dengan D70, jangkauan lensa 28-200 bisa menjadi 1.5 kali dari itu sehingga gw masih bisa menangkap ekspresi penyanyinya. Berbeda dengan semalam. Gw hanya membawa lensa Sigma 28-100. Kurang puas rasanya… ๐Ÿ˜ฅ

Duh, kalo udah gini, jadi kanget banget dengan Nikon D70 gw! Halo Nikon Indonesia (PT Alta Nikindo)? ๐Ÿ˜‰

(Sempat) Kehabisan Bandwidth

BW Stat

Tadi pagi pas ngecek blog gw ini, eh muncul halaman yang isinya: “Bandwidth Limit Excedeed” ๐Ÿ˜ฎ Ups, kehabisan bandwidth? ๐Ÿ˜ฏ

Setelah gw cek di cPanel (control panel), ternyata benar! Pemakaian bandwidth blog bulan ini sudah mencapai 1,27 GB! Udah lebih dari jatah yang 1 GB per bulan itu… ๐Ÿ™ *gedubrak*

Pas ngecek, gw sempat membandingkan pemakaian bandwidth bulan ini dengan bulan-bulan kemarin. Terlihat peningkatan dari bulan ke bulan. Yang jadi pertanyaan, apakah peningkatan itu karena semakin banyak orang yang mengunjungi situs blog gw ini? Atau hanya karena semakin banyak serangan spam yang diarahkan ke sini? Gak jelas…

Yang jelas, masalah kehabisan bandwidth sudah bisa teratasi. ๐Ÿ™‚

Are You a Gadgetsexual?

Gadgetsexual? Ya, istilah ini konon terinspirasi dari sebutan metrosexual, meskipun sama-sama soal gaya hidup namun arti keduanya jelas berbeda. Istilah gadgetsexual sendiri gw temukan dalam Majalah Hai edisi beberapa minggu lalu.

Dalam artikel itu tidak disebutkan secara rinci bagaimana ciri-ciri seorang gadgetsexual, selain menyebut mereka sebagai seseorang yang udah sadar teknologi banget dan selalu ngikutin teknologi terkini selalu ngusahain banget untuk memilikinya.

Dari situ, gw coba kembangkan menjadi ciri-ciri seorang gadgetsexual seperti berikut ini:
Continue reading…

Hore, Sudah Diralat

Tadi diberitahu anak-anak ID-GMAIL, kalau kekeliruan dalam berita soal blog di suarasurabaya.net, khususnya yang menyangkut kutipan wawancara dengan gw mengenai perkembangan dan komunitas blog di Indonesia, telah diedit. Kata-kata “musuh bersama” (yang memang tidak gw ucapkan dalam wawancara via telepon itu) sudah dihilangkan. Berikut ini bagian berita yang sudah diperbaiki itu:

“Terus terang saja, kritik pedas ROY SURYO kepada kami menjadi berkah untuk komunitas. Kami jadi semakin padu dan terorganisir dalam jaringan blogger Indonesia,” terang BENNY.

Sekarang ini kata BENNY ada sekitar 150 blogger di Indonesia yang sudah terjalin dalam gerakan Pesan Cinta 14 Februari 2005 untuk ROY SURYO.

Untuk Surabaya kata BENNY, komunitas blogger terhimpun dalam cangkrukan.org.

Terima kasih kepada tim suarasurabaya.net! ๐Ÿ™‚

‘Harga Ajaib’ Makanan Indonesia di Resto

Ada yang tahu pertimbangan apa yang biasa dipakai pemilik resto dalam menentukan harga jual makanan yang ditawarkan? Apakah ada rumusnya atau asal-asalan aja sesuai feeling? ๐Ÿ˜‰

Pasalnya, seringkali gw menemukan ‘harga-harga ajaib’ di resto-resto tertentu. Dan Entah kenapa seringkali pula menu yang dipasangi ‘harga ajaib’ itu adalah masakan Indonesia. Sudah rasa hidangannya biasa-biasa saja (tidak istimewa), porsinya sedikit, harus nunggu lama, setting ruangannya kurang nyaman, pelayanan standar, dan tempatnya bukan kelas hotel bintang lima, tetapi harganya mendekati harga resto hotel.

Salah satu contohnya, yang kebetulan baru beberapa hari lalu gw kunjungi, adalah resto “dapur jawa” yang baru buka di daerah Manyar Kertoarjo, Surabaya. Lihat saja. Di tempat itu, antara lain, menu Nasi Liwet ditawarkan Rp 25.000 dan Nasi Goreng Rp 16.500! (lainnya lupa, masih gw ingat-ingat dulu).

Di Resto Tomodachi juga demikian. Resto yang belum lama buka di daerah Embung Embong Ploso, Surabaya itu membandrol menu masakan Indonesianya dengan ‘harga-harga ajaib’, Seperti Nasi Goreng dijual sekitar Rp 26.000 Rp 21.500 dan Ayam Betutu Rp 25.000. Padahal untuk western foodnya, harga yang dipasang berkisar 50-80an ribu per porsi. Cenderung lebih murah ketimbang harga western food di tempat lain.

Sebenarnya masih ada beberapa tempat lain yang juga (entah kenapa.. ๐Ÿ™„ ) memasang ‘harga-harga ajaib’ untuk menu Indonesia. Tetapi dua tempat tadi itu yang paling terakhir gw datangi. ๐Ÿ˜ˆ

Oh ya, gw bukannya pengen semuanya dipasang dengan harga murah, tetapi lihat-lihat dululah seberapa enak sih masakan yang ditawarkan. Sejauh ini, jarang gw mendapati menu-menu dengan ‘harga ajaib’ itu punya keistimewaan sendiri. Seringkali rasanya biasa-biasa aja. Sehingga gw sempat berpikir, mungkin yang masang harga terlalu percaya diri! ๐Ÿ˜†

Saran gw, kalau memang ada yang istimewa gak apa-apa masang harga sedikit ‘ajaib’. Kalau memang ada yang spesial, tolong jelasin hal itu di dalam daftar menu. Biar ketahuan harga yang dipasang sebanding gak dengan rasa masakan yang disajikan… ๐Ÿ˜‰