album

Peringatan pada Album Musik

Umumnya, pada setiap buku yang beredar resmi di Tanah Air tertera kutipan pasal tertentu dari Undang-Undang mengenai Hak Cipta sebagai peringatan agar tidak dibajak. Bagaimana dengan CD atau kaset album musik?

Meskipun tidak sampai memasang kutipan pasal terkait, sebenarnya pada (hampir) setiap kover album musik yang beredar di Indonesia tercantum peringatan serupa. Bahkan jika diperhatikan lebih jauh, ternyata ada sejumlah hal menarik seputar itu.

Peringatan pada album musik. Untuk apa?

Tulisan peringatan pada album musik, yang hampir tak terbaca.

Dimulai dari keisengan saya dalam beberapa hari belakangan ini dengan memerhatikan isi teks peringatan yang umumnya tertera pada sampul bagian belakang sebuah album. Selanjutnya, saya coba membandingkannya satu sama lain. Saya juga menyempatkan diri mampir ke salah satu toko musik khusus untuk melihat-lihat kover belakang dari beberapa album milik musisi mancanegara sebagai referensi tambahan.

Hasilnya?
Continue reading…

Bersenandung Lepas bersama Sandhy Sondoro lewat Vulnerability

Agak berbeda jika dibandingkan dengan yang ada pada album sebelumnya (Find the Way) tiga tahun lalu, lagu “Kaulah” yang menjadi pembuka sekaligus andalan dari album baru bertajuk Vulnerability ini mengalun dengan irama tidak terlalu menghentak dan terbilang sangat mudah dicerna. Semudah mencerna isi liriknya yang berhias kata-kata rayuan yang sudah umum.

Vulnerability - Sandhy Sondoro

Menurut saya, itu merupakan sebuah kombinasi yang terbilang gampang memancing rasa bosan, meskipun tarikan suara Sandhy Sondoro tetap mengagumkan seperti biasa. Syukurlah, nomor-nomor selanjutnya meluncur dengan menawarkan irama yang lebih bervariasi.
Continue reading…

Sebelum Terburu-buru Meninggalkan Cara Lama Menjual Album

Telah dapat gading bertuah, terbuang tanduk kerbau mati.

Mungkin itu peribahasa yang cukup cocok untuk menggambarkan apa yang dilakukan oleh sebagian pelaku industri musik di Tanah Air beberapa waktu belakangan ini dalam memasarkan album.

Contoh paling tampak jelas adalah semakin banyak musisi Indonesia (dan perusahaan rekaman tempat mereka bernaung) meninggalkan cara pemasaran lewat toko musik konvensional dan memutuskan untuk menjual album baru hanya lewat jaringan rumah makan siap saji atau minimarket tertentu saja, meskipun sulit membayangkan kedua jaringan bisnis itu akan terus berjualan album musik dalam jangka panjang. Siapa saja para musisi itu? Ada sejumlah nama seperti NOAH, Ari Lasso, Ungu, Melly, Agnes Monica, Ello, Tasya Kamila, dan Afgan.

Sementara itu, di sisi lain ada pula sejumlah musisi kita yang tidak lagi merilis lagu atau album barunya secara fisik dalam bentuk cakram padat (CD). Sekadar menyebut contoh, di antaranya ada Indra Lesmana (album 11:11), Nidji (album 5cm), dan Musikimia (lagu “Apakah Harus Seperti Ini”). Mereka memilih meluncurkannya cuma dalam versi digital saja, baik berupa berkas (file) maupun aplikasi, lewat kanal penjualan daring seperti iTunes Store/App Store, Amazon.com, dan sejenisnya.

Apakah itu adalah keputusan yang bijaksana dan tepat? Mencoba menggunakan berbagai cara baru dalam memasarkan album sangatlah wajar. Tapi, yang disayangkan dan perlu dipertanyakan, mengapa tergesa-gesa langsung meninggalkan cara lama?
Continue reading…

Kotak Musik Baru tapi Lawas dari Bruno Mars

Ini memang hal klasik, tapi bagaimana pun juga kehadiran album kedua (masih) selalu mengundang rasa penasaran. Apakah di album keduanya sang musisi akan berani menawarkan warna baru yang sama sekali berbeda? Atau memilih tampil ‘aman’ dengan sekadar menawarkan menu serupa dengan isi album perdana?

Apalagi jika itu adalah album kedua milik Bruno Mars yang album pertamanya, “Doo-Wops & Hooligans”, sukses di pasaran dan sempat masuk nominasi piala Grammy. Apa yang dilakukan untuk album terbarunya? Tampaknya penyanyi bernama asli Peter Gene Hernandez tersebut cenderung memilih tampil ‘aman’, tapi dengan caranya sendiri.

Bruno Mars

Continue reading…

Album “Sweet 17” yang Kurang Manis

Jika hanya sekadar melihat sampul depan dan tanpa tahu nama grup musiknya, mungkin saya akan melewatkan album ini begitu saja. Pasalnya, saat pertama kali melihat sampul album GIGI bertajuk “Sweet 17” ini, saya merasa pernah melihat desain dan pose seperti itu sebelumnya. Begitu juga dengan desain logo “G”-nya. Déjà vu. Hmm…

GIGI: Sweet 17. FOTO: Benny Chandra.

Continue reading…