Koran Lebaran, Koran Strategi Jawa Pos

koran lebaran

KORAN LEBARAN, itulah nama surat kabar yang gw beli Selasa dan Rabu siang kemarin di pedagang koran asongan di perempatan jalan Kertajaya, Surabaya. Sepertinya itu adalah satu-satunya surat kabar yang terbit pada saat liburan 24 dan 25 Oktober tahun ini di Surabaya. Bagi yang biasa membaca Jawa Pos tentunya sudah tidak asing dengan tampilan yang diusung KORAN LEBARAN. Mirip banget kalo susah menyebutnya sama persis. Ya, tak salah, ini memang produknya Jawa Pos.

Walaupun mirip, terlihat ada sejumlah perbedaan dengan Jawa Pos edisi regular. Mulai dari jumlah halaman (lebih sedikit), harga (harga bandrol lebih murah tapi harga jual lebih mahal), hingga susunan redaksi! Seakan-akan seperti sebuah koran yang berbeda tapi sama.

Yang menarik, bukan baru tahun ini saja Jawa Pos versi Lebaran terbit. Kalau menurut catatan di kolom redaksinya, ini adalah tahun kelima. Hanya saja, seingat gw, awalnya edisi Jawa Pos yang terbit pada saat Lebaran masih belum diberi nama khusus. Nama yang diusung tetap Jawa Pos. Dan seingat gw juga, setelah beberapa kali terbit pada saat libur Lebaran, pernah sekali Jawa Pos benar-benar libur. Gw lupa tahun kapan.

Pada saat pertama kali terbit di hari libur Lebaran, nampaknya pihak Jawa Pos bangga sekali. Terlihat banyak spanduk dipasang di berbagai sudut kota hanya untuk memberitahu kalo koran itu tetap terbit di hari libur Lebaran. Anehnya, tahun ini tidak terlihat sama sekali spanduk promosi KORAN LEBARAN. Entah kenapa… 🙄

Meskipun tetap menganggap tata bahasa yang digunakan masih sering amburadul, namun gw harus mengakui bahwa KORAN LEBARAN adalah koran strategi, koran strateginya Jawa Pos. Mengapa begitu?

Tetap terbit di saat media lain sejenis tidak terbit, menurut gw, merupakan sebuah strategi pemasaran dalam mempertahankan pembaca setia sekaligus (mencoba) merebut pembaca koran lain yang haus berita (termasuk di dalamnya adalah pembaca yang tidak berlibur ke luar kota… he he he) meskipun hari libur nasional. Dalam promosi pemasarannya, pihak Jawa Pos pun bisa sesumbar sebagai satu-satunya koran yang terbit pada hari libur nasional meskipun menggunakan nama yang berbeda.

Mengusung KORAN LEBARAN besar-besar sebagai nama edisi liburan Lebaran juga bisa dibilang sebuah strategi. Sudah beberapa tahun belakangan ini, Jawa Pos tetap terbit di hari-hari libur nasional. Meskipun begitu, sepertinya untuk terbit di hari Lebaran butuh perjuangan tersendiri. Tidak semua karyawan bisa ‘ditahan’ untuk tidak mudik, terutama para loper yang biasa mengantarkan koran ke rumah-rumah pelanggan. Nah, memasang merek baru sepertinya adalah sebuah strategi cerdik untuk menyiasati kondisi seperti itu. Setidaknya, pelanggan harus maklum kalo tidak menerima Jawa Pos pada saat libur Lebaran, pembaca juga harus maklum soal jumlah halaman yang berkurang, dan pembaca juga harus maklum soal harga jual yang dipatok pedagang asongan koran lebih mahal dari biasanya meskipun harga bandrolnya lebih murah ketimbang Jawa Pos regular. Kenapa? Karena pihak penerbit dan penjual koran bisa saja berkelit, “‘Kan yang terbit adalah KORAN LEBARAN, bukan Jawa Pos…” 😎

Jadi, koran lain sudah punya ide atau strategi baru apa untuk menghadapi strateginya Jawa Pos itu? 😉