Baru kemarin saya kembali membeli Kompas di kios dekat rumah, setelah beberapa hari belakangan ini tidak membacanya. Saya cukup kaget melihat bandrol harga di sebelah kanan atas yang sekarang berubah menjadi 3.500 rupiah! Terakhir saya beli, bandrolnya masih Rp 2.900,- yang berarti sekarang naiknya Rp 600 atau sekitar 20%! Sebelumnya Jawa Pos sudah terlebih dahulu menaikkan harga bandrol dari Rp 3.000,- menjadi Rp 3.500,- atau naik sekitar 16%.
Agak menyedihkan memang. Harga BBM saja belum naik tapi media cetak sudah berlomba-lomba menaikkan harga. Kabarnya sih kenaikan itu ada hubungannya dengan kenaikan harga kertas koran impor.
Bagi media cetak di Indonesia pada umumnya mungkin masih terbilang wajar jika sampai harus seketika menaikkan harga. Namun untuk surat kabar sebesar Kompas, rasanya ikut menaikkan harga merupakan sebuah langkah yang terlalu tergesa-gesa. Apalagi menaikkannya hingga 20% padahal kenaikan harga kertas koran impor hanya sekitar 13%!
Menurut saya, tidak seharusnya Kompas dan surat kabar lain yang (termasuk yang sering mengaku) sebesar Kompas menaikkan harga bandrolnya pada saat ini. Kenapa?
- Iklannya sangat banyak.
Lihatlah, untuk edisi kemarin (8 Mei 2008), dari halaman 1 hingga halaman 16 saja terdapat 30 buah iklan berbagai ukuran. Kebanyakan merupakan iklan berwarna dan ukurannya lebih dari 1/4 halaman. Padahal itu masih iklan yang ada di 16 halaman pertama dari 40 halaman yang terbit kemarin. Secara pemasukan, dari iklan sebanyak itu pasti nilai rupiah pembayarannya sangat besar. Seharusnya dengan jumlah pemasukan iklan yang besar, kenaikan kertas koran tidak akan terasa bagi media cetak sebesar Kompas. Sementara secara etis, setelah selama ini sudah disuguhi iklan sangat banyak (tapi tanpa penurunan harga bandrol), haruskah pembaca dibebani lagi dengan tambahan biaya hanya karena kenaikan harga kertas koran sekian persen itu? - Jumlah halamannya bisa dikurangi.
Meskipun rata-rata terbit dengan 32 halaman, namun selama ini jumlah halaman Kompas cukup sering membengkak hingga 40 bahkan 60 halaman. Itu belum termasuk tambahan Lembaran Daerah sebanyak 10 halaman untuk peredaran di sejumlah daerah tertentu. Jika ingin menghemat pemakaian kertas sebagai dampak dari kenaikan harga kertas tanpa harus menaikkan harga bandrol, seharusnya Kompas tidak perlu lagi terbit lebih dari 32 halaman. Halaman Lembaran Daerah juga bisa dikurangi. Jumlah halaman tidak cukup karena iklan membludak? Gampang. Tagihkan saja biaya kelebihan kertas itu ke si pemasang iklan, bukan ke pembaca. - Ukuran kertas masih bisa diperkecil.
Tahun 2005 lalu ukuran Kompas memang sedikit mengecil, tepatnya berkurang satu kolom. Meskipun sudah mengecil namun dibanding koran lain seperti Jawa Pos dan Koran Tempo, ukuran Kompas tetap masih lebih besar. Daripada menaikkan harga dengan alasan harga kertas naik, bukannya lebih baik ukuran kertasnya yang diperkecil lagi? Berubah tidak selalu diwakili dengan harga yang berubah menjadi lebih mahal kan? - Penggunaan tinta warna bisa dikurangi.
Berbarengan dengan pengurangan satu kolom pada tahun 2005 lalu, Kompas mulai mengumbar tinta warna di mana-mana. Mulai dari pemasangan foto-foto full color di setiap edisinya (sebelumnya foto berwarna hanya muncul di hari Minggu), header berwarna-warni hingga iklan baris yang juga ikut berwarna-warni. Daripada tega naikkan harga langsung sebesar 20%, apa tidak lebih baik mengurangi penggunaan tinta warna? - Edisi sore bisa dihilangkan.
Setelah awal tahun 2008 muncul dengan nama Kompas Update berbandrol 1.000 rupiah, sekarang Kompas edisi sore itu berganti nama jadi Kompas 16 Halaman. Saya kira ini adalah sebuah langkah mundur. Saat bernama Kompas Update, halamannya berjumlah 32 dengan harga 1.000 rupiah, sekarang setelah jumlah halamannya dikurangi jadi 16 saja, harganya malah naik jadi 2.000 rupiah. Terkesan bahwa Kompas edisi sore itu merupakan sebuah proyek coba-coba. Daripada begitu, mending sekalian saja hentikan edisi sore setengah hati itu. Lumayan kan bisa menghemat kertas. Sebagai gantinya, bisa dilakukan lagi menjual sisa Kompas edisi regular yang tidak laku di pagi hari dengan harga murah di sore hari seperti sebelum adanya Kompas Update.
Punya alasan kenapa Kompas seharusnya naikkan harga? 😉
Mustinya gratis bisa ya mas… tapi…
karena wartawan juga meminta kenaikan gaji, yang menurut standar AJI adalah 4,1 juta/bulan 😀
kalau di Jakarta harganya waktu pagi memang segitu. Itulah sebabnya mengapa tukang koran di lampu merah jarang yg menawarkannya. Kalau udah siang kulitnya (halaman depan dan belakang yang biasanya berita utama) diganti dan ada logo updatenya. Kompas edisi update harganya cuma Rp 1000 berapapun halamannya.
oops..riplai don rid 😀
Yang bagus sih korannya gratis tapi wartawannya makmur. 🙂
Di Indonesia, pendapatan dari penjualan cetak itu “masih signifikan”. Taruh kata 30 persen dari penjualan, dan 70 persen dari iklan, itu kan lumayan. 😀
mungkin udah saatnya skrg aq ganti ke koran lain.Kompas skrg isinya udah gak asyik dan nggak berbobot, teutama di lembar tajuk rencana 🙁
saya malah setuju kompas atau koran laen naek harga daripada tidak punya harga diri dan menjual diri lewat iklan terselubung..
si Nur & paman tyo, kayaknya kurang cocok kalau dibagikan gratis. Entar banyak yang rebutan koran buat dijual kiloan.. 🙂
makanya bos, langganan KORAN TEMPO saja. ringkas dan cergas! .
Puji nyepammm! 😛
*kirim tagihan iklan ke kantor Koran Tempo*
Btw, kok gak pernah lihat KT dijual pagi-pagi di Surabaya ya? 😉
nyepamm lagi, ah…
nggak pernah keliatan dijual eceran pagi-pagi di Surabaya? wah, itu karena Koran Tempo selalu habis, Om. Makanya cepetan langganan. Saya catat nama Om Benny, ya. Kirim ke mana Om? Setahun sekalian ya Om. Nanti dikasih bonus deh… Ya?..
Dear,
Yang nulis artikel ini orang ngawur, goblok bin tolol alias dungu.
Saat ini kompas adalah koran terbaik yang ada di negeri ini:
1. Banyaknya iklan tidak bisa untuk menutupi kenaikan harga kertas.
2. Pengurangan jumlah halaman adalah SEBUAH KETOLOLAN OTAK ANDA.
3. Ukuran kertas diperkecil. Yang berfikir seperti ini [DELETED].
4. Pengurangan warna. YANG NULIS KAYAK [DELETED].
5. Edisi sore dihilangkan. Bisa juga, tapi pelangan edisi sore sudah banyak. Akan banyak customer yang sudah terlanjur membeli edisi sore akan kecewa.
Harga = Kualitas
( Kecuali untuk produk jasa )
Kalau nulis itu pake OTAK jangan pakai [DELETED]. Oke.
– Jogjakarta Cyber Division –
[DELETED] itu apa om?
salam pena…