Kemarin, dari blognya Ndoro Kakung, saya mengetahui ada sebuah lomba blog yang sedang berlangsung. Selain hadiah utamanya yang berupa paket liburan ke Disneyland Hongkong, yang menarik adalah lomba blog itu diadakan oleh sebuah perusahaan otomotif terkenal. Sudah begitu salah satu jurinya adalah Antyo Rentjoko, seorang blogger kondang. ๐
Namun bagi saya, yang lebih menarik dari lomba itu sebenarnya adalah dimasukkannya “jumlah komentar” dalam syarat dan ketentuan lomba. Bahkan mungkin saking pentingnya dan agar lebih diperhatikan oleh peserta, persyaratan soal “jumlah komentar” itu sampai harus disebut dua kali.
Terus terang saya tidak mengerti bagaimana “jumlah komentar” bisa menjadi salah satu faktor penilaian dalam sebuah lomba blog. Mungkin karena jumlah komentar di blog saya ini tidak sebanyak jumlah komentar di blognya para blogger kondang membuat saya tidak mengerti maksud mulia dari panitia lomba itu.
Ada yang bisa membantu menerangkan kepada saya?
Om Benny, saya mencoba membuat analisis (halah, pake kata-kata keren) mengapa jumlah komentar menjadi salah satu parameter (halah, kata keren lagi) dalam penentuan juara lomba blog itu.
Salah satu fitur blog yang menawan adalah sisi interaktivitasnya. Kala sebuah entri dikomentari, ada diskusi yang terjadi antara penulis dengan pembaca. Bahkan, bisa pula antara satu pembaca dengan pembaca yang lain juga bisa berdiskusi di blog milik orang lain.
Nah, nampaknya pihak sponsor tertarik dengan fitur ini. Mana pula ada blog yang menutup semua entri yang ada di dalamnya. Yang ada adalah seorang blogger yang membekap sebagian entri blognya agar tidak bisa dikomentari (misalnya: Om Benny sendiri, hihihihi).
Dalam benak sponsor mungkin terlintas bahwa semakin banyak komentar yang masuk, artinya interaktivitas blog itu berjalan dengan sempurna. Bayangkan jika ada sebuah blog tenar dan keren tapi nggak ada komentarnya sama sekali. Hmmmm, itu blog atau kuburan sih? Heheehhe…
Asumsinya, semangkin banyak komentar, semangkin banyak pula orang yang lalu lalang di blog itu. Nah, semangkin banyak orang yang melintas, artinya juga semangkin membuat sponsor senang karena semangkin buanyak orang yang melototin foto Innova. Gitu menurut saya.
Yang saya takutkan dari parameter di atas justru adalah terjadinya komentar palsu. Yah, agar komentar semakin banyak, si blogger sendiri mereka-reka komentar di blognya sendiri. Itu khan nggak beda sama legalisasi spam. Ini bahaya karena kemudian blog tidak lagi genuine (halah, apa pula itu?)…
Kalau ngeblog harus ada krenteging ati, komentar pun harus pake passion juga. Setuju, om?
@ puji: nah itu contoh komentar yang pake passion. puji memang top ๐
ben, makin banyak komentar, makin tinggi tingkat selebnya :p
dan gw berusaha bantu ningkatin keseleban pemilik blog ini ๐
dan…..gw sambung usaha mas luthfi untuk men-seleb-kan pemilik blog ini he.he.he.
Saya ndak bisa nganalisis…cuman yang nyangkut dikepala awamers kayak saya jadinya emang kayak kontes idola2an yang ngitung jumlah sms dukungan, ga peduli kl pesertanya trus mbikin kontes ngirim sms dukungan dengan hadiah yang menggoda…
Trus, diitung ga jumlah orang yang mengunjungi tapi ga ngasi komentar? Gimana kalo blog-nya pengunjungnya penuh sesak tapi cuman pengen nge-save isi postingan pemiliknya bwat dibaca offline?
( itoe yang saya lakukan kalo saya ngunjungin blog-nya pa yusril ihza mahendra… )
Om Puji, ya, gitu deh… apa peserta harus menyerahkan juga daftar IP yg ngasih komentar? Itu berarti melecehkan yang ngasih komen super niat kaya Om Puji dong… ๐
Luthfi, ngasih komen biar gak dijitak? ๐
Remo Harsono, mungkin menurut panitia lomba ybs: “tiada kesan tanpa kehadiran komenmu” ๐
Blog, khususnya blog personal, bagi saya adalah sesuatu yang tidak bisa dilombakan. Ada unsur yang sangat subjektif di sana. Seperti foto. Bagi saya foto itu tidak bisa dilombakan, karena masing-masing foto memiliki karakter, jiwa, dan passion yang sangat unik. Demikian pula blog. Yaa… namanya juga bagian dari marketing sponsor, ya nggak bisa seidealis itu lah hehehe…
sponsor punya acara, pak…apa boleh buat ๐
Yah, berarti hanya selebriti blog dong yang bisa ikutan. Misalnya priyadi atau rahard aja, kan pada banyak tuh komennya.
Saya ikut nimbrung komen biar blog ini juga bisa ikutan :p
saya juga ikutan :p
Kalau di blog saya, tulisan yang mendapat banyak komentar adalah tulisan yang katrok. Tulisan yang bener malah tidak mendapat komentar. Jadi sepertinya tulisan yang mendapat komentar adalah tulisan yang mudah/mengundang dikomentari ๐ , tulisan yang nyambung dengan pembaca. Kalau diblog seleb sih semua tulisan pasti dikomentari kecuali ….. tulisan yang susah dimengerti. Misalnya tulisan rahard tentang formality , pada bingung deh.. formality apaan tuh ๐ . Coba kalau rahard menulis “kucing kecemplung ember” pasti deh komentarnya puluhan ๐ . Jadi menurut juri berdasar jumlah komentar maka tulisan “kucing kecemplung ember” jauh lebih unggul daripada tulisan tentang formality ๐ .
benny yang baik, terima kasih atas kritik dan koreksi sampeyan. ๐
Mas Benny, terima kasih untuk kritik dan masukannya. Sebenarnya bila merujuk pada kompetisi blog yang lain, jumlah komentar menjadi parameter. Tapi proses penjurian masih panjang, nanti kami akan diskusikan secara serius soal kriteria ini. Sekali lagi terima kasih, masukan ini sangat berharga,. Terutama ini ditulis di saat lomba baru dimulai.
paman tyo: you’re welcome ๐
Tuhu Nugraha Dewanto: “Sebenarnya bila merujuk pada kompetisi blog yang lain, jumlah komentar menjadi parameter.” => kan’ tadi sudah saya bilang saya tidak mengerti maksudnya. makanya minta tolong diterangkan. ๐
Blog adalah bagian dari Web 2.0, yang prinsipnya bukan sekadar user generated content, tetapi lebih dari itu adalah: partisipatif, kolabiratif, social networking.
Blog yang sepi hanya memenuhi syarat user generated content.
tanpa komentar, blog hampir sama saja dengan web 1.0 lainnya.
Maka, jika memposisikan blog sebagai web 2.0, sang pemilik blog harus bisa membuat blognya rame, penuh partisipasi (sejelek-jeleknya ada komentar) dan mampu membangun jaringan sosial (serendah-rendahnya, melalui komentar yang tersambung ke blog lain, akan membangun jaringan sosial — meski tidak sehebat jaringan sosial semacam facebook, friendster dll).
Saya sendiri setuju bahwa jumlah (dan kualitas — ini sulit diukur) komentar mendapat nilai
nukman luthfie, saya sendiri lebih condong kepada pendapat bahwa ciri blog yang utama dan penting adalah terletak pada gaya penulisannya yang cenderung bersifat personal / individu, ada unsur personal di dalamnya, dengan membuka kesempatan pembaca utk BISA berkomentar namun tetap menempatkan tulisan / posting blog itu sendiri sebagai unsur utama dari sebuah blog.
oh ya, saya mungkin kurang wawasan. bisa beritahu saya di manakah tertulis syarat Web 2.0 terletak pada JUMLAH komentar?
ben: oh ya, saya mungkin kurang wawasan. bisa beritahu saya di manakah tertulis syarat Web 2.0 terletak pada JUMLAH komentar?
NL:
Tentu saja tidak ada “kitab suci”-nya untuk itu.
Tapi jumlah komentar (dan pengomentar tentunya), memenuhi ciri-ciri web 2.0 marketing yang bersifat partisipatif dan membangun jejaring (bukan sekadar web 2.0 lho — ada marketing di belakangnya).
Yang saya sampaikan adalah cara pandang marketer. Ini memang berbeda dengan cara pandang Benny yang melihat blog hanya sebagai jendela pribadi.
NL, tadi “marketing”-nya ketinggalan ya? he he he… ๐
oh ya, komentar-komentar “pertamaks” dan sebangsanya dalam pandangan ‘web 2.0 marketing’ ikut mendapat nilai ya?
huh ini pasti sengaja diposting di id-gmail biar banyak2 in komen
POKOKNYA PAYUNG SAYA IJO!
apapun komentarnya, itu sudah merupakan bentuk partisipasi dan layak dinilai.
ok, berarti yg penting kuantitas ya… ๐
*tendang amen yang lagi berpayung ijo*
ben: ok, berarti yg penting kuantitas ya..
NL: .. ya ndak saklek begitu. Coba baca komentar pertama saya. kualitas juga penting, cuma menilai mutu bukan perkara mudah. Juri harus perhatian betul terhadap variabel ini.
kayanya di sini ada konspirasi supaya postingan ini dapet banyak komen ๐
wah, ada seleb blog ikutan komen di sini… horeeee… ๐