Menjadi Pahlawan dan Idola itu Urusan Sikap

Kalau dipikir-pikir untuk menjadi seorang pahlawan dan idola itu sebenarnya modal utamanya sama: sikap. Pahlawan berani menentukan sikap untuk memperjuangkan kebenaran dan kemerdekaan. Seandainya sang pahlawan tidak berani bersikap rela berkorban, bisa jadi tidak akan ada tindakan kepahlawanan yang bisa dia lakukan. Seandainya para pahlawan tidak punya sikap yang tegas dan jelas, bisa jadi kisah-kisah kepahlawanan tidak akan pernah tercetak dalam buku-buku sejarah… Seandainya para pahlawan tidak punya sikap konsisten dan konsekuen dalam bertindak serta mudah terpengaruh, bisa jadi apa yang diperjuangkan tidak akan kunjung tiba.. ๐Ÿ˜

Seseorang dianggap pahlawan bukan semata-mata karena dia punya tubuh sehat, kekar, dan tegap. Seseorang disebut sebagai pahlawan bukan karena punya bakat berpidato, menulis, menyanyi, baca pusi saja. Seseorang mendapat sebutan sebagai pahlawan bukan pula hanya karena kemana-mana mengusung bambu runcing, pistol, ataupun senapan. Namun, seseorang menjadi pahlawan karena sikapnya! ๐Ÿ˜Ž

Bagaimana dengan idola? ๐Ÿ˜‰

Sama saja! Seseorang bisa menjadi idola bukan semata-mata karena tampang keren dan tubuh seksi. Seseorang pantas dijadikan idola bukan juga karena punya bakat-bakat tertentu seperti menyanyi, menari, atau akting saja. Seseorang patut disebut sebagai idola tidak juga hanya karena mampu meraih angka tertinggi dari jumlah sms yang masuk dalam polling acara-acara reality show di tv swasta. ๐Ÿ˜‰

Adalah sikaplah yang bisa menjadikan seseorang menjadi idola! Sikap percaya diri, rendah hati, bersemangat, konsekuen, konsisten, dan profesional adalah sederet modal dasar dan utama menjadi idola. Tidak jauh berbeda dengan syarat disebut sebagai pahlawan. Tanpa modal sederet sikap itu, janganlah berharap menjadi idola yang sebenarnya. :music:

Contoh mengenai bagaimana sikap menjadi ukuran kesuksesan seseorang menjadi idola atau tidak bisa dilihat dalam kasus Joy Tobing yang sedang hangat diberitakan di media-media massa. Joy, sebagai pemenang ajang Indonesian Idols yang notabene adalah (calon) idola baru, mungkin tidak menyadari hal itu. Sikapnya yang tiba-tiba hendak memutus kontrak dengan Indomugi Pratama (IP) Entertainment (manajemen artis untuk finalis Indonesiaan Idol yang ditunjuk Fremantle Media, pelaksana Indonesian Idol) jelas bukan sikap seorang (calon) idola. Kenapa? Pasalnya, ia telah menandatangani kontrak dengan pihak IP sebelum keluar sebagai pemenang. So, suka atau tidak suka dan baik atau jeleknya penanganan dari pihak IP sendiri terhadap artis yang dikontrak, bagaimanapun juga kontrak sudah ditandatangani dan sudah seharusnya kedua belah pihak konsekuen terhadap isi kontrak!. ๐Ÿ˜Ž

Kalaupun memang dari awal katanya sudah tidak sreg dengan isi kontrak, seharusnya Joy tidak perlu menandatanganinya (seperti halnya Helena dan Nania) meskipun konsekuensinya (mungkin) harus puas tidak menjadi pemenang, karena pada dasarnya sang pemenang diwajibkan bergabung dengan manajemen artis yang ditunjuk penyelenggara.

Di samping itu, sikapnya yang ingin melibatkan keluarga untuk bersama-sama dengan IP mengurusinya terlihat agak kurang profesional dan lagi-lagi tidak konsisten dan konsekuen. Apalagi menurut Indriena (General Manager Asia Fremantlemedia), hal tersebut jelas tak bisa dipenuhi mengingat untuk terlibat dalam ajang World Idol, salah satu persyaratannya adalah kontestan harus disalurkan oleh manajemen talent yang sudah ditunjuk dan disepakati.

Lagipula, kenapa hal itu tidak disampaikan sebelum ia diputuskan jadi pemenang? Kenapa baru belakangan ini? Kenapa baru mempersoalkannya setelah keluar sebagai pemenang Indonesian Idol? ๐Ÿ™„ Sudah begitu, hingga sekarang masih belum jelas keputusannya. Apakah memang ingin benar-benar keluar dari IP, sekedar menggertak, atau tidak? Nampaknya sekarang malah ragu-ragu

Suka atau tidak suka, sikap seperti itu jelas mengganggu perjalanannya sebagai (calon) idola. Setidaknya, yang sudah kelihatan saat ini, kesempatannya untuk tampil di ajang yang lebih luas seperti World Idol menjadi kecil kemungkinannya. Seperti kata Indriena Basarah (GM Asia Fremantlemedia): “Menjadi idola tidak hanya sekedar pandai menyanyi, tapi juga harus menunjukkan sikap dan prilaku yang menjadi panutan.” ๐Ÿ˜‰

Yang juga tidak bisa dihindari adalah kesan tidak profesional (karena ingin memutus kontrak) dan seakan “kacang lupa akan kulitnya”… ๐Ÿ˜‰

Sekali lagi, menjadi pahlawan dan idola itu adalah urusan sikap! Mau jadi pahlawan atau idola? Tentukan sikap yang sesuai dulu dong ah! :music:

Finally, This Page Is Valid XHTML 1.0 Transitional!

Belum lama ini ketika sejumlah teman seperti Priyadi, Yulian, Boy, Idban, Thomas, dan Aris ramai-ramai membahas soal web standards, gw hanya bisa tersenyum kecut… ๐Ÿ˜ Kenapa? Pasalnya, saat itu halaman blog gw ini masih belum valid! ๐Ÿ™ Ketika dicek, ternyata terdapat sekitar 200-an errors! ๐Ÿ˜ณ ๐Ÿ˜ฅ

Nah, biar bisa valid dan gak malu-maluin lagi, gw jadi merasa tertantang! ๐Ÿ˜ˆ Secara bertahap dan iseng-iseng, gw coba ‘menyembuhkan’ error-error itu satu per satu… :mrgreen: Yang paling banyak sih error menyangkut tag <br /> dan alt. ๐Ÿ˜€ Hingga kemarin siang (8/11), jumlah errornya sudah berkurang jadi 58… :mrgreen:

Eh, agak sorean pas ngobrol sama Thomas via YM soal ini dan itu, gw ‘dikomporin’ soal error-error tadi… ๐Ÿ˜€ Sambil (nodong minta) dibantu ngoreksi sama si Thomas dan memakan waktu sekitar 2 jam, akhirnya bisa juga semua error tadi diberantas! ๐Ÿ˜ณ :plok: Begitu dicek, akhirnya: This Page Is Valid XHTML 1.0 Transitional! :music: wuih.. *lap keringat* Satu masalah sudah beres… :mrgreen:

Thanks buat semua yang udah ngomporin, terutama si Om Thomas! :mrgreen: