Film “Searching” memang sudah tidak tayang lagi di bioskop, tetapi cerita yang diusungnya masih berkesan di benak saya.
Mengusung kisah pencarian seorang anak hilang oleh ayahnya, sekilas, film ini terkesan biasa-biasa saja. Apalagi tidak bertaburan nama-nama besar. Namun, sebenarnya tidak demikian. Topik yang tergolong sederhana itu cukup berhasil digarap menjadi sesuatu yang oke. Lebih oke daripada ekspektasi saya sebelumnya.
Awalnya, saya tertarik menonton film arahan Aneesh Chaganty ini karena mendapat kabar digunakannya internet sebagai alat bantu utama dalam pencarian itu.
Kombinasi penggunaan komputer dan internet memang membuat film ini lebih menarik untuk diikuti. Namun, plot ceritanya tetap menjadi faktor penting. Plot yang tidak terlalu gampang ditebak, bahkan dari awal cenderung mengecoh dengan disertai, tentunya, unsur kejutan. Keberhasilan John Cho yang memerankan sang ayah bernama David Kim dan Michelle La sebagai Margot Kim yang mendadak hilang juga tidak bisa dilewatkan.
Selain itu, sesungguhnya ada hal lain yang lebih penting yang bisa dipetik untuk menjadi pelajaran. Yaitu, pesan dan sentilan terkait dengan hubungan antar anggota keluarga di era media sosial seperti sekarang.
Apa saja?
Setidaknya beberapa pesan berikut ini yang saya anggap paling menonjol.
Pahamilah bahwa orang dewasa dan anak memiliki sikap atau reaksi berbeda terhadap sesuatu hal. Terhadap kesedihan, misalnya. Ternyata orang dewasa dan remaja cenderung mempunyai sikap tidak sama dalam menghadapinya. Bagi orang dewasa, kesedihan mungkin bisa berkurang atau berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Namun, remaja bisa mengambil tindakan yang berbeda dalam menghadapinya. Jika tidak ditangani dengan tepat, hal itu bisa membuatnya depresi berkepanjangan dan melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Ingat, komunikasi yang rutin dan (terasa) lancar bukanlah jaminan bahwa semua baik-baik saja.
Usahakan selalu memantau aktivitas anak di media sosial. Sehingga seandainya ada perubahan sikap atau sisi lain mencurigakan dari sang anak yang tak terpantau di kehidupan nyata, orang tua bisa lebih cepat mengetahui dan mengantisipasinya.
Jangan cepat percaya terhadap segala sesuatu di dunia maya atau internet, termasuk kepada orang yang baru dikenal di dunia internet. Tidak semua yang tampak dalam dunia itu merupakan hal yang sesungguhnya. Apalagi di internet semua orang bisa mengaku sebagai siapa saja. Ini penting untuk diajarkan kepada anggota keluarga, terutama kepada anak, agar selalu waspada.
Satu lagi, jika ingin minta tolong dalam keadaan darurat kepada keluarga, sebaiknya jangan menggunakan sambungan suara berbasis aplikasi internet. Gunakan saluran telepon seluler agar jika panggilan telepon saat itu tidak dapat diterima, petugas keamanan bisa lebih mudah melacak lokasi terakhir panggilannya seandainya diperlukan. Hal ini juga perlu diketahui oleh anak.
Yang lumayan membuat tersenyum adalah adanya sentilan terhadap ‘pemanjat sosial’ alias social climmber yang selalu sempat-sempatnya memanfaatkan momen apa saja untuk menaikkan status sosial mereka, terutama lewat media sosial. Dalam film ini terlihat beberapa orang yang memanfaatkan peristiwa kabar hilangnya Margot dengan mengaku sebagai teman dekat Margot, padahal sebenarnya hanya kenalan biasa, baik via media sosial maupun di hadapan pers. Terasa tidak asing dengan kelakuan demikian?
Di luar semua yang menarik dari film “Searching” ini, sayang ending-nya terkesan agak terburu-buru. Proses penyelamatannya pun kurang dramatis. Untunglah masih ada kesan lain yang tertinggal.