Daily Life

Budaya Masa Kini

Beberapa waktu lalu gw pernah dengar di radio, ada yang bilang bahwa kita yang tinggal di Indonesia ini lebih cenderung menganut budaya mengobrol dan mendengar ketimbang budaya menulis dan membaca. Pada saat itu gw cenderung setuju dengan pendapat itu.

Namun ketika mampir di TGA Bookstore @ Mal Galaxy Extension Sabtu malam kemarin, ada sesuatu yang membuat gw jadi ragu apakah pendapat tadi masih sesuai dengan keadaan sekarang. Yang gw lihat itu memang bukan suatu sesuatu yang baru alias basbang tapi sepertinya masih cukup menarik untuk dicermati.

Adalah sederet rak di bagian depan dekat pintu masuk yang membuat gw tertarik untuk sejenak singgah. Rak-rak itu dipenuhi dengan ratusan novel yang beragam. Meskipun ada yang merupakan terjemahan dari novel berbahasa asing, namun ternyata sebagian besar yang ada di situ merupakan hasil karya penulis lokal. Menariknya, novel-novel lokal itu juga bervariasi, tidak hanya sekedar novel bergenre chicklit atau teenlit tetapi ada juga novel berdasarkan skenario film. Penulisnya pun tidak hanya itu-itu saja. Terlihat cukup banyak nama-nama baru. Dan semuanya nampak menonjol, menarik. Keadaan ini jauh berbeda dengan keadaan di tahun 80-90an di mana secara umum -seingat gw- hanya ada novel lokal bikinan angkatan Hilman ‘Lupus’ Hariwijaya dan angkatan S. Mara GD dan Mira W.

Melihat perkembangan novel-novel lokal yang begitu semarak, nampaknya budaya menulis mulai berkembang dengan cukup pesat di jaman sekarang. Dugaan itu semakin menguat dengan semakin ramainya aktivitas menulis di blog belakangan ini. Acara-acara talkshow, seminar, atau workshop blog semakin sering diadakan di mana-mana. Sekadar menyebut beberapa saja, misalnya, September lalu ada workshop blog di Jakarta, Sabtu dan Minggu kemarin telah digelar “Blog Fun Daydi Bandung, dan “Speak up with Blog” yang akan diadakan pada 17 Desember mendatang di Surabaya.

Jadi, apakah budaya menulis sudah menjadi budaya masa kini? Inginnya menjawab iya, tetapi mungkin lebih tepat adalah “sedang berproses”… ๐Ÿ™‚

Ruang Khusus di Mal

Mal Galaxy Extension (Mal Galaxy 2) sudah dibuka untuk umum sejak bulan lalu, tetapi baru beberapa hari lalu gw menyadari bahwa tempat belanja yang masih belum grand opening itu ternyata memiliki fasilitas istimewa yang sepertinya belum dimiliki oleh mal atau plaza lain di Surabaya. Apakah itu?

ruang khusus

Dalam perjalanan ke toilet, gw melewati dua ruang yang di masing-masing pintunya ditempeli simbol tertentu. Sekilas gw tidak begitu memperhatikannya, tetapi yang jelas simbolnya bukan simbol toilet cewek atau cowok. Begitu gw dekati ternyata simbol-simbol yang ada menunjukkan kalo itu adalah ruang-ruang khusus di mal! Lihat saja, di pintu ruang pertama ada simbol kursi roda sementara di pintu ruang sebelahnya tertempel simbol botol susu!

Setelah gw perhatikan lebih lanjut, berdasarkan papan petunjuk di depan lorong, ruang bersimbol kursi roda adalah handicapped toilet sedangkan yang ada simbol botol bayi itu disebut sebagai baby changing room. Sementara mengenai keadaan di dalam ruang-ruang itu, gw tidak bisa bercerita. Pasalnya, gw belum pernah masuk kedua ruang itu… ๐Ÿ˜‰

ruang khusus

Meskipun demikian, mengenai simbolnya, ada yang masih agak mengganjal. Continue reading…

Seperti Salah Nonton Film James Bond

casino royale

Bisa dibilang, Casino Royale adalah film James Bond yang serba berbeda. Lupakan dulu penampilan Bond yang cool, smart, dan necis serta dilengkapi dengan gadget super canggih seperti biasanya. Penonton yang biasa menikmati film-film James Bond sebelumnya, terutama era Pierce Brosnan, sepertinya akan akan pangling menyaksikan sosok Bond yang terlihat culun, sok cool, grasak-grusuk, kurang necis, cengeng, dan kurang smart. Adegan saat Bond disangka petugas valet parking semakin mempertegas kesan culun itu. Dan penonton juga mungkin terheran-heran menyaksikan Bond yang begitu mudah terjebak, tertangkap, dan beberapa kali hampir tewas tanpa perlawanan dalam film ini. Gak percaya? Lihat saja.

Diawali dengan adegan kejar-kejaran seru melewati sejumlah bangunan tinggi dan alat-alat berat yang berlangsung cukup lama (sekitar 10-15 menit), Casino Royale mengambil setting pada masa awal karir James Bond -yang sekarang diperankan Daniel Craig- sebagai agen rahasia 007 dari MI6 Inggris. Bisa jadi untuk memperlihatkan Bond yang masih belum berpengalaman pada awal karirnya, karakter Bond dalam film arahan Martin Campbell ini dibikin sangat berbeda. Ketidakcocokan sosok Daniel Craig sebagai agen 007 membuat perbedaan itu semakin jelas.
Continue reading…

Menyewa(kan) Koran?

sewa majalah

Beberapa tahun lalu ketika bertemu di Surabaya, seorang pemimpin redaksi majalah komputer (bukan, bukan dari majalah yang terlihat pada skrinsut di samping) terkejut ketika mengetahui selama ini gw membaca majalahnya dengan cara menyewa dari tempat persewaan buku. Ya, menyewa, bukan membeli :mrgreen:

Mudah-mudahan bukan karena itu rubrik yang sempat ditawarkan ke gw tidak jadi muncul di majalahnya… he he he ๐Ÿ˜†

Nampaknya bagi sejumlah orang, menyewa buku -entah itu majalah, komik, maupun novel- masih dianggap sesuatu yang aneh atau tidak umum. Entah karena tidak mengetahui adanya tempat persewaan buku atau enggan menyewa. Ada yang memang lebih memilih membeli ketimbang menyewa.

Meskipun kadang-kadang masih membeli majalah-majalah tertentu, sejak SMP gw sudah terbiasa menyewa buku. Menurut gw, menyewa adalah cara termurah agar bisa membaca majalah, komik, maupun novel sebanyak-banyaknya, asalkan tidak sering-sering kena denda dalam jumlah besar karena terlambat mengembalikan hingga berminggu-minggu… ๐Ÿ˜‰

Selain itu, menyewa buku bolehlah dianggap bisa berhemat tempat. Hemat tempat? Selesai baca majalah atau komik gw tidak perlu menyimpannya, isi gudang tidak perlu bertambah.

Sayangnya, hingga sekarang gw masih belum menemukan tempat yang menyediakan koran dan tabloid untuk disewa…

Bicara Kamera Digital di Suara Surabaya

Tadi siang sekitar pukul 12.00 hingga 13.00 WIB, gw jadi salah satu narasumber dalam acara “Dialog IT” di Radio Suara Surabaya. Agak mendadak sih karena baru kemarin siang gw dihubungi Novi dari Heksa yang biasa ngurus acara itu.

Topik hari ini adalah soal kamera digital. Kebetulan beberapa waktu lalu gw pernah jadi narasumber dengan topik yang sama dalam acara talkshow IT di dua radio lainnya, Hard Rock FM Surabaya dan SCFM. Jadinya sudah bisa mengira-ngira apa yang akan dibahas atau ditanyakan. Meskipun begitu, gw sempat agak deg-degan juga. Pasalnya, sudah cukup lama gw gak ngobrol on air :mrgreen:

Untunglah hingga acaranya kelar, semuanya berjalan cukup mulus. Dengan diselingi informasi lalu-lintas, tak terasa 1 jam cepat berlalu. Sementara pendengar yang bertanya via telepon juga lumayan banyak sampai gw dan Pak Jo (narasumber lainnya) diminta oleh Mbak Restu, penyiar, untuk menjawab singkat-singkat aja.

Banyaknya telepon dari pendengar mengingatkan gw saat on air di dua radio lain dengan topik yang sama dua dan tiga tahun lalu. Pada saat itu, banyak juga pendengar yang mengajukan pertanyaan. Hmm, ternyata topik mengenai kamera digital (masih) selalu menarik ๐Ÿ™‚

Koran Lebaran, Koran Strategi Jawa Pos

koran lebaran

KORAN LEBARAN, itulah nama surat kabar yang gw beli Selasa dan Rabu siang kemarin di pedagang koran asongan di perempatan jalan Kertajaya, Surabaya. Sepertinya itu adalah satu-satunya surat kabar yang terbit pada saat liburan 24 dan 25 Oktober tahun ini di Surabaya. Bagi yang biasa membaca Jawa Pos tentunya sudah tidak asing dengan tampilan yang diusung KORAN LEBARAN. Mirip banget kalo susah menyebutnya sama persis. Ya, tak salah, ini memang produknya Jawa Pos.

Walaupun mirip, terlihat ada sejumlah perbedaan dengan Jawa Pos edisi regular. Mulai dari jumlah halaman (lebih sedikit), harga (harga bandrol lebih murah tapi harga jual lebih mahal), hingga susunan redaksi! Seakan-akan seperti sebuah koran yang berbeda tapi sama.

Yang menarik, bukan baru tahun ini saja Jawa Pos versi Lebaran terbit. Kalau menurut catatan di kolom redaksinya, ini adalah tahun kelima. Hanya saja, seingat gw, awalnya edisi Jawa Pos yang terbit pada saat Lebaran masih belum diberi nama khusus. Nama yang diusung tetap Jawa Pos. Dan seingat gw juga, setelah beberapa kali terbit pada saat libur Lebaran, pernah sekali Jawa Pos benar-benar libur. Gw lupa tahun kapan.

Pada saat pertama kali terbit di hari libur Lebaran, nampaknya pihak Jawa Pos bangga sekali. Terlihat banyak spanduk dipasang di berbagai sudut kota hanya untuk memberitahu kalo koran itu tetap terbit di hari libur Lebaran. Anehnya, tahun ini tidak terlihat sama sekali spanduk promosi KORAN LEBARAN. Entah kenapa… ๐Ÿ™„

Meskipun tetap menganggap tata bahasa yang digunakan masih sering amburadul, namun gw harus mengakui bahwa KORAN LEBARAN adalah koran strategi, koran strateginya Jawa Pos. Mengapa begitu?
Continue reading…