Bicara Kamera Digital di Suara Surabaya

Tadi siang sekitar pukul 12.00 hingga 13.00 WIB, gw jadi salah satu narasumber dalam acara “Dialog IT” di Radio Suara Surabaya. Agak mendadak sih karena baru kemarin siang gw dihubungi Novi dari Heksa yang biasa ngurus acara itu.

Topik hari ini adalah soal kamera digital. Kebetulan beberapa waktu lalu gw pernah jadi narasumber dengan topik yang sama dalam acara talkshow IT di dua radio lainnya, Hard Rock FM Surabaya dan SCFM. Jadinya sudah bisa mengira-ngira apa yang akan dibahas atau ditanyakan. Meskipun begitu, gw sempat agak deg-degan juga. Pasalnya, sudah cukup lama gw gak ngobrol on air :mrgreen:

Untunglah hingga acaranya kelar, semuanya berjalan cukup mulus. Dengan diselingi informasi lalu-lintas, tak terasa 1 jam cepat berlalu. Sementara pendengar yang bertanya via telepon juga lumayan banyak sampai gw dan Pak Jo (narasumber lainnya) diminta oleh Mbak Restu, penyiar, untuk menjawab singkat-singkat aja.

Banyaknya telepon dari pendengar mengingatkan gw saat on air di dua radio lain dengan topik yang sama dua dan tiga tahun lalu. Pada saat itu, banyak juga pendengar yang mengajukan pertanyaan. Hmm, ternyata topik mengenai kamera digital (masih) selalu menarik ๐Ÿ™‚

Koran Lebaran, Koran Strategi Jawa Pos

koran lebaran

KORAN LEBARAN, itulah nama surat kabar yang gw beli Selasa dan Rabu siang kemarin di pedagang koran asongan di perempatan jalan Kertajaya, Surabaya. Sepertinya itu adalah satu-satunya surat kabar yang terbit pada saat liburan 24 dan 25 Oktober tahun ini di Surabaya. Bagi yang biasa membaca Jawa Pos tentunya sudah tidak asing dengan tampilan yang diusung KORAN LEBARAN. Mirip banget kalo susah menyebutnya sama persis. Ya, tak salah, ini memang produknya Jawa Pos.

Walaupun mirip, terlihat ada sejumlah perbedaan dengan Jawa Pos edisi regular. Mulai dari jumlah halaman (lebih sedikit), harga (harga bandrol lebih murah tapi harga jual lebih mahal), hingga susunan redaksi! Seakan-akan seperti sebuah koran yang berbeda tapi sama.

Yang menarik, bukan baru tahun ini saja Jawa Pos versi Lebaran terbit. Kalau menurut catatan di kolom redaksinya, ini adalah tahun kelima. Hanya saja, seingat gw, awalnya edisi Jawa Pos yang terbit pada saat Lebaran masih belum diberi nama khusus. Nama yang diusung tetap Jawa Pos. Dan seingat gw juga, setelah beberapa kali terbit pada saat libur Lebaran, pernah sekali Jawa Pos benar-benar libur. Gw lupa tahun kapan.

Pada saat pertama kali terbit di hari libur Lebaran, nampaknya pihak Jawa Pos bangga sekali. Terlihat banyak spanduk dipasang di berbagai sudut kota hanya untuk memberitahu kalo koran itu tetap terbit di hari libur Lebaran. Anehnya, tahun ini tidak terlihat sama sekali spanduk promosi KORAN LEBARAN. Entah kenapa… ๐Ÿ™„

Meskipun tetap menganggap tata bahasa yang digunakan masih sering amburadul, namun gw harus mengakui bahwa KORAN LEBARAN adalah koran strategi, koran strateginya Jawa Pos. Mengapa begitu?
Continue reading…

Very Short Stories

Very Short Stories: Cerpen yang hanya berisi (maksimal) enam kata namanya apa ya? Cerita super pendek? Cerita sangat pendek? Mini cerita pendek? Atau? Ah, coba baca dulu deh yang berhasil dikumpulkan WIRED ini ๐Ÿ™‚

Tidak Seperti Berada di Dapur Sebuah Desa

[rate 3.0]

dapur desa

Minggu (22/10) kemarin gw dan istri makan siang di Dapur Desa. Dapur Desa adalah sebuah rumah makan yang tergolong baru di Surabaya. Berada di jalan Basuki Rahmat yang merupakan salah satu jalan utama di Surabaya membuat kehadirannya menarik perhatian orang-orang yang sering lewat jalan itu.

Dari nama dan ornamen pada atap bangunannya, sepertinya rumah makan ini menawarkan menu dan suasana pedesaaan. Begitu melewati pintu masuk, setelah ditanya untuk berapa orang, kita dipersilakan untuk langsung memilih makanan. Di meja panjang sebelah kiri berjejer sejumlah tempeh beralas daun pisang yang berisi berbagai lauk pauk. Tidak terlalu banyak sih macamnya. Di antaranya ada ayam goreng, gepuk, tempe bacem, tahu bacem, ikan bakar, perkedel, perkedel/dadar jagung, terancam, tumis kangkung, tumis toge, cecek, teri kacang, nasi bakar, dan nasi tutug tempe. Ada yang sudah matang, ada yang harus digoreng dulu setelah dipilih. Jadi tetap aja harus menunggu untuk dihidangkan di meja kita. Sementara untuk sambalnya bisa diambil sendiri di salah satu sudut. Pilihannya ada tiga: sambal terasi, sambal bajak, dan sambal ijo.

Akhirnya kita memilih Ayam Goreng “DD”, Gepuk, Perkedel Jagung, Terancam, Nasi Bakar “DD”, dan Nasi Tutug Tempe. Untuk minumnya, cukup sebotol air kemasan dingin lantaran saat hendak memesan minuman ternyata daftar menunya tidak tersedia. “Buku menunya belum jadi, Pak,” kata pelayannya yang berbusana resmi ala Jawa Timuran sambil menyebutkan berbagai pilihan jus. Agak mengherankan mengingat rumah makan ini sudah hampir sebulan buka… ๐Ÿ™„
Continue reading…