Books

Ketika Blog Dibukukan

nge-blog dgn hatiDari blog menjadi buku? Dari blogger menjadi ‘penulis buku’? Itulah yang sudah dialami oleh beberapa blog dan blogger di tanah air.

Berkaitan dengan itu, ada sesuatu yang cukup menarik untuk dicermati. Apakah itu?

Ketika pertama kali isinya dibukukan beberapa tahun lalu, seingat saya (CMIIW), blog Kambing Jantan milik Raditya Dika langsung ditutup sementara untuk umum. Bahkan kemudian arsip lama yang sudah masuk buku dihapus (tapi belakangan dia sudah punya blog baru dengan nama domain baru).

Meskipun terlihat agak ironis (karena blog yang membuatnya bisa bikin buku malah ‘dimatikan’), bisa jadi penutupan itu merupakan semacam kompromi atau perjanjian khusus antara blogger yang bersangkutan dengan pihak penerbit yang membukukan isi blognya.

Bagaimana dengan blogger lain yang isi blognya juga dibukukan? Apakah menutup blognya juga? Hal yang berbeda dilakukan oleh Ndoro Kakung alias Wicaksono ketika sebagian isi blognya diterbitkan oleh Gagas Media menjadi sebuah buku bertajuk “Nge-blog dengan Hati“. (Ya, saya basbang karena baru sekarang nulis soal buku itu, padahal sudah beli dari kapan hari :P)
Continue reading…

Majalah (Terjemahan) Baru: Digital Camera Indonesia

dci01

Beberapa hari lalu, di tempat saya biasa menyewa buku dan majalah, saya melihat ada majalah baru dengan warna gambar sampul yang cukup menyolok. Setelah saya perhatikan lebih dekat, majalah Digital Camera Indonesia? ๐Ÿ˜ฏ

Saya agak terkejut menjumpai kehadiran edisi Indonesia dari majalah fotografi asal Inggris itu. Tidak menyangka akan ada versi Indonesianya. Sebelumnya, saya sudah beberapa kali membeli majalah Digital Camera versi aslinya di toko buku Periplus. Terakhir harganya Rp 110.000,-. Kalau edisi Indonesia yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia ini? Dibandrol 42.500 rupiah di atas kertas mengkilap. Murah? Tidak juga.
Continue reading…

Bukan Fotografer Buku Kuliner Jalansutra

Ya, saya memang seorang fotografer.
Ya, saya memang senang makan.
Ya, saya memang tercatat sebagai anggota milis Jalansutra.
Ya, saya memang bernama Benny Chandra.
Ya, saya memang memiliki domain BennyChandra.com
Tapi…
saya bukan orang yang tercatat sebagai fotografer dalam buku Kuliner Jalansutra 1 atau judul lengkapnya Kuliner Jalansutra: Tempat Makan Jakarta Tempo Doeloe.
Continue reading…

Budaya Masa Kini

Beberapa waktu lalu gw pernah dengar di radio, ada yang bilang bahwa kita yang tinggal di Indonesia ini lebih cenderung menganut budaya mengobrol dan mendengar ketimbang budaya menulis dan membaca. Pada saat itu gw cenderung setuju dengan pendapat itu.

Namun ketika mampir di TGA Bookstore @ Mal Galaxy Extension Sabtu malam kemarin, ada sesuatu yang membuat gw jadi ragu apakah pendapat tadi masih sesuai dengan keadaan sekarang. Yang gw lihat itu memang bukan suatu sesuatu yang baru alias basbang tapi sepertinya masih cukup menarik untuk dicermati.

Adalah sederet rak di bagian depan dekat pintu masuk yang membuat gw tertarik untuk sejenak singgah. Rak-rak itu dipenuhi dengan ratusan novel yang beragam. Meskipun ada yang merupakan terjemahan dari novel berbahasa asing, namun ternyata sebagian besar yang ada di situ merupakan hasil karya penulis lokal. Menariknya, novel-novel lokal itu juga bervariasi, tidak hanya sekedar novel bergenre chicklit atau teenlit tetapi ada juga novel berdasarkan skenario film. Penulisnya pun tidak hanya itu-itu saja. Terlihat cukup banyak nama-nama baru. Dan semuanya nampak menonjol, menarik. Keadaan ini jauh berbeda dengan keadaan di tahun 80-90an di mana secara umum -seingat gw- hanya ada novel lokal bikinan angkatan Hilman ‘Lupus’ Hariwijaya dan angkatan S. Mara GD dan Mira W.

Melihat perkembangan novel-novel lokal yang begitu semarak, nampaknya budaya menulis mulai berkembang dengan cukup pesat di jaman sekarang. Dugaan itu semakin menguat dengan semakin ramainya aktivitas menulis di blog belakangan ini. Acara-acara talkshow, seminar, atau workshop blog semakin sering diadakan di mana-mana. Sekadar menyebut beberapa saja, misalnya, September lalu ada workshop blog di Jakarta, Sabtu dan Minggu kemarin telah digelar “Blog Fun Daydi Bandung, dan “Speak up with Blog” yang akan diadakan pada 17 Desember mendatang di Surabaya.

Jadi, apakah budaya menulis sudah menjadi budaya masa kini? Inginnya menjawab iya, tetapi mungkin lebih tepat adalah “sedang berproses”… ๐Ÿ™‚

Menyewa(kan) Koran?

sewa majalah

Beberapa tahun lalu ketika bertemu di Surabaya, seorang pemimpin redaksi majalah komputer (bukan, bukan dari majalah yang terlihat pada skrinsut di samping) terkejut ketika mengetahui selama ini gw membaca majalahnya dengan cara menyewa dari tempat persewaan buku. Ya, menyewa, bukan membeli :mrgreen:

Mudah-mudahan bukan karena itu rubrik yang sempat ditawarkan ke gw tidak jadi muncul di majalahnya… he he he ๐Ÿ˜†

Nampaknya bagi sejumlah orang, menyewa buku -entah itu majalah, komik, maupun novel- masih dianggap sesuatu yang aneh atau tidak umum. Entah karena tidak mengetahui adanya tempat persewaan buku atau enggan menyewa. Ada yang memang lebih memilih membeli ketimbang menyewa.

Meskipun kadang-kadang masih membeli majalah-majalah tertentu, sejak SMP gw sudah terbiasa menyewa buku. Menurut gw, menyewa adalah cara termurah agar bisa membaca majalah, komik, maupun novel sebanyak-banyaknya, asalkan tidak sering-sering kena denda dalam jumlah besar karena terlambat mengembalikan hingga berminggu-minggu… ๐Ÿ˜‰

Selain itu, menyewa buku bolehlah dianggap bisa berhemat tempat. Hemat tempat? Selesai baca majalah atau komik gw tidak perlu menyimpannya, isi gudang tidak perlu bertambah.

Sayangnya, hingga sekarang gw masih belum menemukan tempat yang menyediakan koran dan tabloid untuk disewa…

Motret Produk Pakai Buku Mini

[rate 3.5]

cover mini studio

Beberapa minggu lalu gw mendapat kiriman buku dari Paman Tyo. Buku mini berkaver mengkilap itu berjudul “Bikin Mini Studio Foto” terbitan majalah Komputer Aktif (PT Prima Media Pustaka).

Kalau hanya sekilas membaca judulnya, mungkin bisa terkecoh. Bisa-bisa yang langsung terbayang adalah mini studio untuk memotret orang. Sebelum kecewa berat, ada baiknya segera singkirkan jauh-jauh bayangan itu. Ya, meskipun ada satu tutorial memotret orang yang coba diselipkan di halaman 94, namun sebagian besar isi buku ini bisa dibilang hanya cocok untuk pemotretan produk. Itu pun produk atau barang yang tidak terlalu besar. Kenapa begitu? Lihat saja. ๐Ÿ˜‰

Sejak awal buku ini sudah berusaha menyajikan selengkap mungkin panduan dalam membikin mini studio kreasi sendiri. Mulai dari pengenalan bahan-bahan pendukung, jenis-jenis kamera digital, hingga berbagai macam tip dan trik. Jenis perangkat mini studio yang diperkenalkan pun tidak hanya satu. Selain soft light box berbahan kardus yang merupakan mini studio seperti dimaksud pada judul tadi, dipaparkan pula cara membuat table top sederhana dengan bahan-bahan yang tidak sulit diperoleh. Tak hanya itu, masih ada artikel singkat mengenai pembuatan photobox atau kios cetak seperti yang ada di mal-mal.

Sementara untuk Continue reading…