Saatnya Media Massa Indonesia Punya Blog

Belum lama ini, di milis teknologia, Donny BU (dari detikinet) menceritakan latar belakang dari pemberitaan seputar ‘Aksi e-Ganyang Situs RI – Malaysia’ oleh detikinet.com (bagian dari detikcom) yang sempat begitu gencar. Cerita ala behind the scene itu tertuang dalam beberapa postingnya. Dan semuanya cukup menarik untuk disimak. 🙂

Bukan soal aksi e-ganyang itu yang menarik, tetapi adalah kesediaan Donny sebagai wakil dari media massa formal untuk mem”bongkar” sedikit dapur detikinet.com (demikian istilah yang dipakai Donny) itulah yang justru lebih menarik. Kita tidak perlu percaya 100% dengan cerita itu tetapi setidaknya dari situ kita bisa mengetahui proses kerja dan alasan di balik pemuatan berita soal aksi e-ganyang secara bertubi-tubi, yang salah satu beritanya seperti ini. Adanya cerita itu juga bisa jadi semacam self control bagi pihak detikcom / detikinet.com sendiri, bagaimana mereka bisa mempertanggungjawabkan berita yang dimuat. Self control menjadi penting agar tidak terjadi kengawuran pihak redaksi dalam memuat sebuah berita. Apalagi jika pemberitaannya bermodel serial seperti itu. Apalagi jika ada pembaca yang mempertanyakan maksud di balik pemberitaan itu.

Seandainya pihak detikcom / detikinet.com sering-sering bercerita seperti itu tentu akan sangat baik. Begitu juga dengan media massa tradisional di Indonesia lainnya. Jangan merasa bahwa bercerita seperti itu sama dengan membuka rahasia perusahaan. Gw kira tidak demikian. Justru jika pihak media bisa selalu bercerita jujur mengenai alasan-alasan di balik pemberitaan mereka, masyarakat pembacanya akan merasa dekat dan lebih percaya dengan informasi-informasi yang mereka sajikan.

Bercerita seperti itu tidak harus lewat mailing list. Bisa juga menggunakan media lain. Menurut gw, akan lebih cocok jika pihak media menampilkannya dalam bentuk blog. Mengapa? Dengan blog, paling gak pihak media dapat bercerita secara teratur dan cerita-cerita di balik layar itu akan lebih terarsip dengan baik. Adanya fitur yang memperbolehkan pembaca blog bisa berkomentar juga akan menambah erat hubungan pembaca dengan pihak media yang dijadikan sumber informasi terpercaya olehnya.

Dari sisi bisnis, kehadiran blog milik media setidaknya bisa menambah muatan dari situs web masing-masing media. Di samping itu, lahan pemasangan iklan otomatis makin bertambah.

Tentunya, keaktifan dan kebesaran hati dari pihak redaksi masing-masing media sangat diperlukan untuk terbuka dengan segala masukan berbentuk kritik dan saran dari masyarakat pembaca yang disampaikan baik lewat surat tradisional, e-mail, mailing list, ataupun blog.

Dengan adanya blog dari masing-masing media yang bercerita dari balik layar, mungkin kita sebagai pembaca tidak akan terlalu bertanya-tanya atau curiga lagi ketika ada berita-berita semacam e-ganyang yang gencar diberitakan. Kita juga bisa memperoleh latar belakang atau alasan mengapa surat kabar KOMPAS memuat artikel profil dan wawancara dengan seseorang yang sepak terjangnya dipertanyakan banyak orang dan diduga menawarkan bisnis skema pyramid yang ditentang oleh Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Dengan demikian, tidak perlu berkembang keprihatinankeprihatinan atau kecurigaan-kecurigaan bahwa ada ‘sesuatu’ kepentingan tersembunyi di balik wawancara yang terkesan tidak objektif itu. Bagaimana, wahai pimpinan redaksi dari media massa tradisional Indonesia? Maukah Anda lebih terbuka dengan pembaca dari media yang Anda pimpin? 😉 🙄